Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kepala Kanwil BPN Riau M. Syahrir Diduga Minta Uang Rp 3,5 M untuk Percepat Proses Pengurusan HGU PT AA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Kamis, 27 Oktober 2022, 20:42 WIB
Kepala Kanwil BPN Riau M. Syahrir Diduga Minta Uang Rp 3,5 M untuk Percepat Proses Pengurusan HGU PT AA
Ketua KPK RI Firli Bahuri saat menyampaikan keterangan pers penahanan pemegang saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya/RMOL
rmol news logo Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, M. Syahrir (MS) disebut meminta uang Rp 3,5 miliar untuk mempercepat proses pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA) seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri secara resmi mengumumkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Ketiga tersangka yang dimaksud, yakni M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau; Frank Wijaya (FW) selaku pemegang saham PT AA; dan Sudarso (SDR) selaku General Manager PT AA.

"Untuk kepentingan penyidikan, maka tim penyidik melakukan penahanan pada tersangka FW untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 27 Oktober 2022 sampai dengan 15 November 2022 di Rutan Polres Jakarta Selatan," ujar Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis malam (27/10).

Sementara itu, untuk tersangka Syahrir diultimatum untuk kooperatif hadir, jika tidak, maka akan dilakukan upaya jemput paksa. Sedangkan tersangka lainnya, yakni Sudarso saat ini sedang menjalani masa pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Firli selanjutnya membeberkan konstruksi perkara ini, tersangka Frank sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan tersangka Sudarso untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya di tahun 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, tersangka Sudarso selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada tersangka Frank.

Selanjutnya kata Firli, tersangka Sudarso menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan tersangka Syahrir yang membahas antara lain, terkait perpanjangan HGU PT AA.

Sekitar Agustus 2021, tersangka Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuansing yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

"SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA," jelas Firli.

Dari pertemuan tersebut, lanjutnya, tersangka Sudarso lalu melaporkan permintaan tersangka Syahrir kepada tersangka Frank. Dan tersangka Sudarso kemudian mengajukan permintaan uang 120 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,2 miliar ke kas PT AA dan disetujui oleh tersangka Frank.

Sekitar September 2021, atas permintaan tersangka Syahrir penyerahan uang 120 ribu dolar Singapura dari tersangka Sudarso dilakukan di rumah dinas tersangka Syahrir dan Syahrir mensyaratkan agar tersangka Sudarso tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut kata Firli, tersangka Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.

Atas rekomendasi tersangka Syahrir tersebut, tersangka Frank kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan tersangka Sudarso untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.

Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara tersangka Sudarso dan Andi Putra. Dan dalam pertemuan tersebut, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp 2 miliar.

KPK menduga, telah terjadi kesepakatan antara Andi Putra dengan tersangka Sudarso dan hal itu juga atas pengetahuan tersangka Frank terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut.

Sebagai tanda kesepakatan, sekitar September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh tersangka Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp 500 juta.

"Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada AP dengan menyerahkan uang sekitar Rp 200 juta," pungkas Firli. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA