Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jadi Saksi Ahli Uji Materiil KUHAP, Fahri Bachmid Beri Pandangan UUD 1945 Soal Persamaan Di Hadapan Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 11 Oktober 2022, 12:26 WIB
Jadi Saksi Ahli Uji Materiil KUHAP, Fahri Bachmid Beri Pandangan UUD 1945 Soal Persamaan Di Hadapan Hukum
Saksi ahli hukum tata negara, Fahri Bachmid/Net
rmol news logo Sidang uji materiil Pasal 54 UU 8/1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang ketujuh kali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan saksi ahli hukum tata negara, Fahri Bachmid pada Senin kemarin (10/10).

Akademisi Universitas Muslim Indonesia ini hadir sebagai ahli dari pihak terkait, yaitu Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) yang diwakili oleh Ketua Umum Otto Hasibuan dan Sekretaris Jenderal Hermansyah Dulaimi.

Fahri menyampaikan pandangan UUD 1945 terhadap norma yang diuji dalam Perkara Nomor 61/PUU-XX/2022, dimana menurutnya akses untuk mendapatkan bantuan hukum dari advokat bukan hanya diberikan kepada tersangka atau terdakwa, tetapi juga kepada saksi dalam penyidikan dan terperiksa dalam proses penyelidikan, yang harus dibaca sebagai hak konstitusional.

Dia menerangkan, dalam konteks itu perlu ada suatu penafsiran terhadap Pasal 54 KUHAP guna menjamin persamaan di hadapan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam rumusan konstitusi Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

"Yakni dengan cara MK harus memberikan pemaknaan konstitusional bersyarat atas rumusan norma pasal 54 KUHAP itu sendiri, agar menjadi selaras dan sebangun dengan rumusan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ujar Fachri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/10).

Diurai Fahri, bunyi Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum".

Maka dari itu dalam pokok keterangannya Fahri berpendapat, menjadi saksi adalah kewajiban dari setiap warga negara. Tetapi saksi juga memiliki hak-hak untuk dilindungi yang diatur dalam UU.

Namun yang dia lihat dalam proses hukum kekinian, tidak semua saksi mengerti hukum dan tidak semua saksi memahami haknya dalam proses peradilan pidana.

"Saksi masih dianggap sebagai obyek pemeriksaan yang sering dilanggar hak-haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum pada waktu mengungkapkan kebenaran materiil tentang suatu peristiwa pidana," tuturnya.

Perlunya pendampingan hukum terhadap saksi dalam proses pengungkapan kebenaran materiil tentang suatu peristiwa pidana, lanjut Fahri menjelaskan, adalah untuk melindungi dari keadaan-keadaan di luar prosedur yang dilakukan oleh aparat berwenang.

"Tetapi sering dalam proses pemeriksaan saksi dilarang oleh pemeriksa untuk didampingi Advokat dengan alasan hak saksi tersebut tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," katanya.

Lebih lanjut, Fahri berpendapat perlindungan terhadap saksi dalam proses peradilan pidana belum diatur secara khusus dalam KUHAP, dan ini menjadi kenyataan tentang perangkat hukum di Indonesia yang belum mampu memberikan perlindungan bagi saksi.

Bahkan, dia tak mendapati satu pasal pun yang menyebutkan mengenai adanya pengaturan bantuan hukum untuk pihak saksi dalam KUHAP.

"Dalam kenyataannya hukum pidana materil dan formil hanya lebih menekankan kewajiban saksi daripada hak-haknya hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 224 dan Pasal 522 KUHP," ucapnya.

Oleh karena itu, Fahri menekankan prinsip-prinsip due process of law dengan sendirinya melekat pada setiap manusia, yang melindungi dia dari tindakan sewenang-wenang (arbitrary), menindas (oppresive) dan tindakan pemerintah yang tidak adil (unjust government actions).

Sebab dia memandang, jika proses penegakan hukum mengakibatkan mengingkaran terhadap prinsip fairness, maka telah terjadi pelanggaran terhadap due process of law yang dapat mengakibatkan dihukumnya orang yang tidak bersalah.

Atas dasar itu dia menegaskan, dalam sistem peradilan pidana keadilan akan lebih tercapai apabila prosedur yang benar dilaksanakan atau diikuti. Sehingga, prosedur due process of law memegang peranan penting karena ia membatasi teknik-teknik penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian, membatasi tindakan dari penuntut umum, dan mengarahkan bagaimana peradilan pidana dilaksanakan.

"Prosedur due process of law memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa bahkan saksi untuk diperlakukan adil. Proses hukum yang adil termasuk di dalamnya hak untuk didengar, melakukan pembelaan diri, pengakuan atas kesamaan kedudukan dalam hukum, dan penghormatan terhadap asas praduga tidak bersalah," ungkapnya.

Dari penjelasan itu Fahri berkesimpulan bahwa objek pengujian materiil pada permohonan a quo, Pasal 54 KUHAP yang berbunyi: "Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini" telah secara nyata/aktual menimbulkan kerugian materiil.

"Baik bagi Para Pemohon dan Pihak Terkait, serta menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada hakekatnya secara elementer bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak diberikan pemaknaan konstitusional bersyarat termasuk mencakup saksi dan terperiksa," demikian Fahri menutup. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA