Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Minta Keadilan, Terdakwa Korupsi Tsunami Cup Buat Surat Terbuka untuk Wakil Rakyat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 22 Agustus 2022, 12:12 WIB
Minta Keadilan, Terdakwa Korupsi Tsunami Cup Buat Surat Terbuka untuk Wakil Rakyat
Tsunami Cup atau Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017/Net
rmol news logo Terdakwa kasus korupsi pelaksanaan turnamen sepak bola internasional Tsunami Cup atau Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017, Simon Batara Siahaan meminta keadilan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Simon merasa, peroses hukum yang dijalaninya tidak adil. Dalam vonisnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh memvonis Simon sebagai panitia turnamen dengan 2 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta. Ketentuannya, apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan dan uang pengganti senilai Rp 693.971.544 juta.

Berbeda dengan vonis, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Simon dengan 4 tahun penjara. Padahal, Simon sendiri telah mengembalikan kerugian negara senilai Rp 700 juta.

Kini, Simon tengah berupaya mengajukan kasasi untuk mendapatkan keadilan.

Melalui surat terbuka yang diterima redaksi, Simon berharap wakil rakyat di DPR RI memberi atensi atas kasus yang dialaminya. Berikut surat terbuka yang dikutip redaksi, Senin (22/8).

Hormat saya kepada anggota dewan yang saya hormati, senior-senior saya, bapak yang menjadi tiang penyangga negara ini, bapak yang menjadi pengayom bagi rakyatnya yang terluka, dan bapak yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, harapan terakhir.

Tahun 2017 saya menyelenggarakan Tsunami Cup di Banda Aceh, turnamen yang mengundang negara Kyrgiztan, Mongolia, dan Brunei Darusalam.

Situasi politik di Aceh yang mengerikan membuat saya ditumbalkan. Saya ditahan di Rutan Kajhu sejak 10 Desember 2021. Dalam kasus hukum saya, saya tidak pernah sekali pun diperiksa BPKP, juga tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengembalikan uang yang disebut-sebut kerugian negara yang mana saya dituduhkan sebagai aktornya.

Saya diperiksa sebagai saksi sebelum jam 12 siang dan saya ditetapkan menjadi tersangka jam 12 siang sewaktu Shalat Jumat.

Setelah saya dijebloskan dalam tahanan, keluarga bahu-membahu mengumpulkan uang kerugian negara, tanpa peduli apakah itu kesalahan saya ataupun saya yang memakan uang tersebut. Setelah terkumpul Rp 700 juta, penitipan uang di jaksa dilakukan secara resmi.

Dalam rangkaian persidangan yang saya ikuti, didapatkan banyak fakta-fakta persidangan yang seharusnya menjadi perhatian. Pada saat penuntutan, JPU menuntut saya dengan tuntutan 4 tahun.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan pengetahuan akan kaidah tuntutan yang mana jika terdakwa sudah mengembalikan semua kerugian negara, maka terdakwa seharusnya dituntut dengan Pasal 3 yang seringan-ringannya.

Tuntutan berbeda tipis dengan terdakwa lain yang mengakibatkan kerugian Rp 1,4 M dengan tidak mengembalikan serupiah pun, apalagi dengan tersangka ketiga yang masih belum ditangkap juga dengan kerugian Rp 730 juta.

Vonis hakim adalah 2 tahun untuk saya sama persis dengan terdakwa lain yang memang memakan uang. Lalu yang mulia dimanakah keadilan di negeri ini?

Vonis kedua di pengadilan tinggi juga sama untuk saya. Saya divonis Pasal 3 yaitu memperkaya orang lain. Tapi siapakah yang saya perkaya? Sampai saat ini semua masih menjadi misteri.

Saat ini saya sedang bersiap-siap untuk kasasi karena jaksa sudah melanjutkan mengkasasi saya. Hal ini mengakibatkan saya tidak bisa mendapatkan remisi 17 Agustus karena harus menunggu keputusan tetap.

Seberat apakah kesalahan yang saya lakukan sehingga saya harus menanggung ini yang mulia? Seberbahaya apakah hal yang saya lakukan sampai saya harus menanggung kasasi?

Sekitar sebulan ini keluar kabar bahwa undang-undang PAS baru sudah disahkan. Seluruh warga binaan mendapatkan hak yang sama. Hal ini memberikan dampak seluruh napi tipikor mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat tanpa harus membayarkan kerugian negara dan subsider.

Lalu untuk apa saya membayar kerugian negara? Toh saya dituntut tinggi juga dan sampai sekarang belum mendapatkan keputusan tetap karena jaksa harus membanding dan mengkasasi saya.

Yang mulia menuju tanggal 17 Agustus, saya sampaikan serangkaian senyum dan air mata dari Rutan Kajhu. Saya memang dikirim ke rutan banda aceh ini untuk menghibur seluruh WBP (warga binaan pemasyarakatan).

Hari Rabu tanggal 17 Agustus saya menuntaskan kompetisi futsal untuk seluruh WBP dengan menggunakan dana saya sendiri seluruhnya dalam kegetiran dan ketakutan hati saya menghadapi banding dan kasasi. Jayalah negeriku... Indonesia raya!
rmol news logo article
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA