Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mardani Maming Punya Saham, KPK Telusuri Proses Pembentukan Perusahaan PT Permata Abadi Raya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 19 Agustus 2022, 15:31 WIB
Mardani Maming Punya Saham, KPK Telusuri Proses Pembentukan Perusahaan PT Permata Abadi Raya
Mardani H. Maming/RMOL
rmol news logo Pembentukan perusahaan yang dimiliki Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan (Kalsel), Mardani H. Maming (MM) ditelusuri tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.

Hal itu merupakan salah satu materi yang didalami tim penyidik saat memeriksa saksi-saksi pada Kamis (18/8).

"Bertempat di Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalsel, tim penyidik telah selesai memeriksa empat orang saksi," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat siang (19/8).

Saksi-saksi yang sudah diperiksa, yaitu Ilmi Umar selaku mantan Kepala Desa Sebamban Baru, dan saksi Riza Azhari. Keduanya didalami antara lain terkait dengan kronologis atas kepemilikan lahan yang dijadikan pelabuhan PT Permata Abadi Raya (PAR).

Selanjutnya saksi Eka Risnawati selaku Bagian Keuangan PT PAR dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). Dia didalami mengenai cashflow PT PAR dan PT TSP. Terakhir untuk saksi Wawan Surya selaku Direktur PT PAR tahun 2013-2020, didalami terkait kronologi pembentukan PT PAR.

Selain memiliki PT Angsana Terminal Utama (ATU), Maming juga memiliki saham di PT PAR.

Maming yang juga merupakan Ketua Umum (Ketum) BPP HIPMI periode 2019-2022 ini resmi ditahan KPK pada Kamis (28/7) setelah menyerahkan diri usai menjadi buronan KPK.

Dalam perkaranya, Maming saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018 memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan IUP operasi dan produksi (OP) di wilayah Pemkab Tanah Bumbu.

Pada 2010, salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.

Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Maming, Henry diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan ke Maming agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud.

Menanggapi keinginan Henry tersebut, di awal 2011, Maming diduga mempertemukan Henry dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Pemkab Tanah Bumbu.

Dalam pertemuan tersebut, Maming yang juga merupakan Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) non-aktif saat ini diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.

Selanjutnya pada Juni 2011, surat keputusan Maming selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani Maming. Di mana, diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di backdate atau dibuat tanggal mundur dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.

Kemudian, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan Pasal 93 Ayat 1 UU 4/2009 yang menjelaskan bahwa pemegang IUP dan IUK tidak boleh memindahkan IUP dan IUK-nya kepada pihak lain.

Maming juga meminta Henry agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU yang adalah perusahaan milik Maming.

Diduga, PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Adapun perusahaan-perusahaan tersebut, susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Maming dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Maming.

Kemudian pada 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio. Di mana, pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.

KPK menduga, terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Maming melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming yang kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.

Uang yang diduga diterima Maming dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA