Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Setya Indra Arifin mengatakan, Polri pada dasarnya sudah tepat dengan tidak hanya menerapkan sanksi etik, tapi juga sanksi hukum kepada tersangka pembunuhan Brigadir J.
"Namun, kasus ini masih menyisakan satu hal yang patut dipertanyakan, yakni terkait kejadian atau peristiwa sejak kematian Brigadir J hingga munculnya pengumuman pertama yang dilakukan pihak kepolisian, dalam hal ini konpers Polres Jaksel," kata Setya Indra kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/8).
Dalam konpers tersebut, kata dia, diketahui bahwa keterangan pers yang diawali dengan olah TKP justru dilakukan dengan dugaan tindakan melawan hukum berupa penghilangan alat bukti dan bahkan merusak TKP.
"Dalam hal ini, patut diduga telah terjadi dua tindak pidana sekaligus," ujar Setya Indra.
Dugaan tindak pidana pertama, membantu seseorang menghindari proses penyidikan (
medeplichtigheid). Kedua, menghalang-halangi atau mempersulit proses penyidikan itu sendiri atau
obstraction of justice.
Atas dua dugaan ini, semestinya sejumlah anggota Polri yang tergabung dalam proses olah TKP awal juga diproses secara hukum.
"Tidak hanya etik seperti mantan Kadiv Propam. Bahkan keterangan pers di awal itu bisa mengarah ke berita bohong atau hoaks dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: