Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bupati Muna Rusman Emba Mangkir dari Panggilan KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Kamis, 16 Juni 2022, 11:28 WIB
Bupati Muna Rusman Emba Mangkir dari Panggilan KPK
Bupati Muna, La Ode Muhammad Rusman Emba/Net
rmol news logo Bupati Muna, La Ode Muhammad Rusman Emba mangkir dari panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara baru pengembangan kasus dugaan suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, Rusman Emba mangkir dari panggilan penyidik untuk hadir dan diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Rabu (15/6).

"La Ode Muhammad Rusman Emba Bupati Muna tidak hadir dan menginformasikan pada tim penyidik untuk dijadwal ulang yang waktunya akan kami sampaikan lebih lanjut," ujar Ali kepada wartawan, Kamis siang (16/6).

Selain itu, tim penyidik telah memeriksa saksi lainnya, yaitu Widya Lutfi Anggraeni Hertesti selaku Teller Smartdeal Money Changer di Gedung Merah Putih KPK.

"Dikonfimasi mengenai dugaan adanya pihak yang terkait dengan perkara ini melakukan penukaran sejumlah mata uang dari rupiah ke mata uang asing," kata Ali.

Ditempat yang berbeda, yaitu di Kantor Polda Sulawesi Tenggara, tim penyidik telah memeriksa lima orang sebagai saksi. Yaitu, Mustakim Darwis selaku Kepala Bappeda Litbang Kolaka Timur (Koltim)periode 2016-2021; Harisman selaku Staf Bangwil Bappeda Litbang Kabupaten Koltim tahun 2021-sekarang; Hermawansyah selaku Honorer di Bagian Umum Pemkab Kolaka Timur; Mujeri Dachri Muchlis selaku Direktur PT Muria Wajo Mandiri; dan Syahrir alias Erik selaku wiraswasta.

"Para saksi dikonfirmasi antara lain terkait dengan keikutsertaan dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara ini untuk mengurus dana PEN Kolaka Timur yang diduga adanya aliran sejumlah uang dalam proses pengurusannya," pungkas Ali.

KPK pada Rabu (15/6) mengumumkan saat ini sedang melakukan pengembangan perkara dugaan suap pengajuan dana PEN tahun 2021 dengan menetapkan tersangka baru.

Pengembangan ini dilakukan setalah adanya kecukupan minimal dua alat bukti yang diduga ada keterlibatan pihak-pihak lain, baik selaku pemberi maupun penerima dalam dugaan suap perkara dimaksud.

Namun demikian, KPK belum bisa membeberkan identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, pasal yang disangkakan, maupun uraian dugaan perbuatan pidana yang dilakukan.

Hal itu akan disampaikan KPK pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan. Perkembangan dari setiap kegiatan penanganan perkara itu akan selalu diinformasikan oleh KPK kepada masyarakat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kantor Berita Politik RMOL, salah satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu adik Bupati Muna Rusman Emba, yakni L.M Rusdianto Emba sebagai pihak pemberi suap.

Sebelumnya, KPK telah melimpahkan tersangka kasus dugaan suap pengajuan dana PEN, yaitu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode Juli 2020-November 2021, Mochamad Ardian Noervianto dan Laode M Syukur Akbar ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (9/6).

Dan hari ini, Kamis (16/6), Ardian dan Laode akan menjalani sidang perdana dengan agenda mendengarkan pembacaan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Dalam perkara dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021, Ardian resmi ditahan pada Rabu (2/2). Ardian bersama dengan dua orang lainnya yakni Andi Merya Nur (AMN) selaku Bupati Kolaka Timur (Koltim) periode 2021-2026; dan Laode M. Syukur Akbar (LMSA) selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna telah diumumkan sebagai tersangka pada Kamis (27/1).

Dalam perkaranya, Ardian memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman dana PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.

Dengan tugas tersebut, Ardian memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Pemda.

Sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Kantor Kemendagri, Jakarta dan Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung progres pengajuannya.

Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, Ardian diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.

Selain itu, diduga ada persyaratan yang diminta oleh Ardian mengenai pemberian uang secara bertahap dimaksud. Yaitu, satu persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri; satu persen saat keluarnya penilaian awal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu); dan satu persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur.

Atas permintaan uang itu, Andi Merya memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode yang juga diketahui oleh L.M. Rusdianto Emba.

Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana Ardian menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta, dan tersangka Laode menerima sebesar Rp 500 juta.

Atas permintaan uang oleh Ardian, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Mendagri ke Menteri Keuangan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA