"Korban
begal tidak patut dilabeli tersangka, mengingat perbuatan atau
keadaanya bukanlah sebagai pelaku tindak pidana," kata Dosen Hukum
Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra kepada
Kantor
Berita Politik RMOL, Sabtu (16/4).
Azmi menilai, apa
yang dilakukan penyidik dalam kasus tersebut kurang teliti dalam
memetakan dan mencari, termasuk mengumpulkan bukti sehingga menimbulkan
dialektika publik yang kini ramai.
Apa yang dilakukan Murtede ada
dalam Pasal 49 KUHP, yakni orang yang melakukan pembelaan darurat,
sekaligus sebagai upaya dari dirinya yang tidak dapat dihindari atas
sebuah keadaan yang terpaksa.
"Berdasarkan perintah pasal ini dan
fakta yang ada, maka perbuatan ini semestinya oleh penyidik menjadi
pengecualian dan harus dihentikan demi hukum," sambungnya.
Adapun
payung hukum yang dapat digunakan penyidik Pasal 7 huruf i KUHAP dan
Pasal 109 KUHAP, yang memberikan kewenangan pada penyidik menghentikan
penyidikan.
Selain itu, penetapan tersangka bagi korban begal
yang membela diri tidak efektif. Apalagi bukti dan fakta ini secara umum
sudah diketahui penyidik, bahwa adalah daya paksa absolut mengingat
korban tidak dapat berbuat lain.
"Dan ini sudah tergambar pada
posisi kasus dan hasil pemeriksaan polisi yang telah
clear, bahwa ia adalah korban begal dan demi membela
diri," paparnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: