Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terus Optimalkan Asset Recovery, KPK Telah Terbitkan 11 Sprindik TPPU Sejak 3 Tahun Terakhir

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 08 April 2022, 15:55 WIB
Terus Optimalkan <i>Asset Recovery</i>, KPK Telah Terbitkan 11 Sprindik TPPU Sejak 3 Tahun Terakhir
Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri/RMOL
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengoptimalkan asset recovery atau upaya perampasan aset hasil korupsi dari para koruptor dengan menerapkan penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, beberapa hari ini, KPK melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi dalam perkara TPPU di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang menjerat Walikota Bekasi non-aktif, Rahmat Effendi (RE) alias Pepen. Para saksi hadir memenuhi panggilan untuk dimintai keterangannya oleh tim penyidik.

"KPK terus memaksimalkan upaya perampasan aset hasil korupsi dari para koruptor. Upaya tersebut salah satunya melalui pengembangan penanganan perkara pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujar Ali kepada wartawan, Jumat sore (8/4).

Ali menjelaskan, sejak tiga tahun terakhir, KPK telah mengeluarkan 11 Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) perkara TPPU.

Di antaranya, pada 2022 terdapat perkara dugaan TPPU dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tahun 2017-2018, dan perkara TPPU dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi.

Hal yang sama juga dilakukan pada 2021, yaitu terkait tindak pidana korupsi dan TPPU proyek pembangunan Jalan Dalam Kota Namrole tahun 2015; kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA); dan kasus dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo tahun 2021.

Selanjutnya, kasus dugaan suap terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Direktorat Jenderal Pajak; dan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan tahun 2021-2022.

Kemudian pada 2020, terdapat perkara TPPU yaitu pengembangan kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Roll-Royce PLC di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk; dan kasus gratifikasi terkait dengan jasa konsultasi bisnis asuransi dan reasuransi oil dan gas pada PT Asuransi Jasa Indonesia tahun 2008-2012.

"Pengenaan pasal TPPU penting untuk mengoptimalkan asset recovery atas hasil korupsi. Lantaran, KPK acapkali menemukan para koruptor menyamarkan atau menyembunyikan hartanya dari hasil kejahatan korupsinya," kata Ali.

Di mana, para koruptor menempatkan uang atau aset di sistem keuangan, menyamarkan atau menghilangkan jejak sumber uang dengan melakukan transaksi atau transfer yang kompleks, ataupun menggunakan uangnya untuk investasi pada kegiatan usaha atau bentuk kekayaan lainnya.

Terlebih, hasil kajian PPATK tahun 2021 menyebutkan, dari hasil identifikasi dan analisis faktor pembentuk risiko TPPU (ancaman, kerentanan dan dampak TPPU) di Indonesia berdasarkan kategori jenis tindak pidana asal paling banyak adalah korupsi.

"Pentingnya penanganan TPPU ini mendorong KPK untuk mengangkatnya dalam isu prioritas yang dibahas dalam pertemuan forum G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG)," terang Ali.

Dalam forum yang berlangsung pada 28-31 Maret 2022 tersebut, KPK memaparkan berbagai macam praktik TPPU yang sering terjadi. Di antaranya, keterlibatan para profesional hukum yang justru turut membantu koruptor menyembunyikan hasil kejahatan korupsinya. Seperti membantu dalam pembuatan perusahaan baru ataupun mengakses pasar keuangan dengan uang hasil korupsi tersebut.

"Asset recovery merupakan dampak penting dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi oleh KPK, selain pemberian efek jera bagi para pelakunya. Pada Rabu (30/3) lalu, KPK pun menyampaikan capaian asset recovery dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR," jelas Ali.

Di mana, hasil asset recovery dari penanganan tindak pidana korupsi selama tahun 2021 mencapai Rp 419,9 miliar. Nilai pengembalian asset recovery tersebut masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui denda, uang pengganti, rampasan, juga dari penetapan status penggunaan serta hibah.

"Capaian tersebut dilakukan KPK melalui dua cara. Pertama, lelang benda sitaan tanpa harus menunggu putusan pengadilan, penerapan pasal TPPU, serta tindak pidana korporasi. Kedua, penanganan grand corruption dengan mengoptimalkan LHA PPATK dan LHP BPK yang terkait dugaan korupsi," tutur Ali.

Hasil asset recovery tersebut, selanjutnya masuk ke kas negara sebagai PNBP yang digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional.

"Oleh karenanya, KPK mengajak masyarakat dapat berperan serta dalam penanganan perkara korupsi maupun TPPU ini. Yakni, jika mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi atau mengetahui adanya suatu aset sebagai hasil pencucian uang dari korupsi, dapat melaporkannya kepada KPK, melalui saluran email Pengaduan Masyarakat [email protected]," pungkas Ali. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA