Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Wakil Ketua KPK: Jangan Sampai Korupsi jadi Budaya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 09 Maret 2022, 14:18 WIB
Wakil Ketua KPK: Jangan Sampai Korupsi jadi Budaya
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menggelar rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi di Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (9/3)/Ist
rmol news logo Masyarakat dianggap semakin permisif atau serba membolehkan terhadap korupsi karena terbiasa memberi imbalan sebagai ucapan terima kasih.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata saat menggelar rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi di Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) pada Rabu (9/3).

Dalam sambutannya di acara yang juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini, Alex memaparkan terkait korupsi yang menjerat banyak kepala daerah.

"Sejak Indonesia merdeka, korupsi sepertinya sudah dirasakan oleh Bung Hatta. Makanya beliau bilang jangan sampai korupsi menjadi budaya. Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT (Operasi Tangkap Tangan). Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang," ujar Alex dalam sambutannya.

Alex pun mengutip data Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 yang melakukan survei terhadap kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima, dan ada beberapa alasan memberikan uang atau imbalan.

"Paling banyak karena tidak diminta atau sebagai ucapan terimakasih yaitu 33 persen. 25 persen karena sengaja diminta memberikan. 21 persen sebagai imbalan layanan yang lebih cepat. Dan sisanya 17 persen tidak diminta tapi biasanya diharapkan memberi," jelas Alex.

Menurut Alex, hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat semakin permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan. Padahal, dalam statistik penanganan tindak pidana korupsi yang KPK kelola dari 2004 hingga 2021, menunjukkan dua modus korupsi terbanyak, yaitu terkait penyuapan serta pengadaan barang jasa (PBJ).

"Ketika proses PBJ diatur sedemikian rupa, ujungnya ketika ditelusuri ya ada korupsi juga. Perlu perubahan pola pikir dan perilaku bagi pihak yang biasa memberi maupun yang biasa menerima," jelas Alex.

Sehingga kata Alex, mulai 2022 ini, KPK bersama Kemendagri dan BPKP akan mengawasi bersama upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kaltim yang dilakukan dengan menggunakan sistem Monitoring Center of Pervention (MCP).

MCP dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secata administratif. Sehingga, sistem tersebut bisa digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan melalui MCP.

"Secata fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," pungkas Alex.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA