Pakar pidana Universitas Trisakti, Dian Adriawan menganggap, tuntutan tersebut keliru karena surat dakwaan jaksa tidak memuat Pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Padahal seharusnya, tuntutan jaksa harus merujuk pada surat dakwaan.
“Kalau tidak ada dalam surat dakwaan, berarti kekeliruan yang dilakukan jaksa ketika dia mencantumkan itu (pidana hukum mati) di dalam tuntutan pidana,†ujar Dian dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/12).
Baginya, poin-poin dalam surat dakwaan penting sebagai koridor hakim melakukan pemeriksaan perkara. Surat dakwaan juga menjadi batasan bagi jaksa dalam pengajuan tuntutan pidana seorang terdakwa.
“Kalau tidak ada dalam surat dakwaan itu sesuatu kekeliruan JPU. Karena apa yang ada dalam surat dakwaan, diantisipasi juga oleh terdakwa di dalam pembuktian. Nah, bagaiman dia (terdakwa) mengantisipasi Pasal 2 ayat (2) kalau tidak ada dalam surat dakwaan?†jelas Dian.
Hukuman pidana mati, kata dia, juga lebih tepat diberlakukan dalam kasus korupsi terhadap dana-dana yang dipergunakan untuk penanganan dan penanggulangan kondisi darurat, seperti bencana nasional maupun krisis moneter.
“Terkait Pasal 2 ayat (2), pidana mati kan untuk situasi darurat, yang paling tepat kalau diterapkan pada kasus lain, seperti kasus bansos pada masa pandemi, seharusnya hukuman mati,†pungkas Dian.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.