Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

ICW Sindir Tuntutan Hukuman Mati Heru Hidayat dengan Vonis Ringan Pinangki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Rabu, 08 Desember 2021, 13:21 WIB
ICW Sindir Tuntutan Hukuman Mati Heru Hidayat dengan Vonis Ringan Pinangki
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana/Net
rmol news logo Kinerja Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam menutut pidana mati kepada terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Heru Hidayat disorot Indonesia Corruption Watch (ICW).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana membandingkan tuntutan tinggi dalam perkara Jiwasraya dan Asabri tak selaras dengan kasus yang melibatkan jaksa, seperti kasus Pinangki Sirna Malasari.

“ICW cukup kaget dengan sikap Jaksa Agung, kenapa perkara-perkara seperti Jiwasraya dan Asabri tuntutannya sangat tinggi, sedangkan terhadap Pinangki yang notabene berprofesi sebagai penegak hukum melakukan banyak kejahatan, dan bekerja sama dengan buronan malah sangat rendah?” kritik Kurnia kepada wartawan, Rabu (8/12).

Menurut Kurnia, hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi.

“ICW beranggapan hukuman mati bukan merupakan jenis pemidanaan yang ideal bagi pelaku korupsi,” lanjutnya.

Baginya, belum ada literatur ilmiah yang bisa membuktikan hukuman mati dapat menurunkan angka korupsi di suatu negara. Justru negara-negara yang menempati posisi puncak dalam Indeks Persepsi Korupsi tidak memberlakukan hukuman mati.

“Bagi ICW, hukuman ideal bagi pelaku korupsi adalah kombinasi antara pemenjaraan badan dengan perampasan aset hasil kejahatan atau sederhananya dapat diartikan pemiskinan. Sayangnya, dua jenis hukuman itu masih gagal diterapkan maksimal," jelasnya.

Catatan ICW, rata-rata hukuman koruptor hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Begitu pula pemulihan kerugian keuangan negara yang sangat rendah. Tak hanya itu, perbaikan mendasar penunjang kerja penegak hukum juga enggan ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR.

ICW mencontohkan RUU Perampasan Aset dan revisi UU Tipikor yang tidak diproses secara serius oleh pembuat UU.

“Dua regulasi itu selalu menjadi tunggakan, bahkan perkembangan terbaru juga tidak dimasukkan dalam daftar prolegnas prioritas 2022,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA