Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nur Basuki Minarno: Tuntutan Mati terhadap Heru Hidayat Tidak Tepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Selasa, 07 Desember 2021, 22:56 WIB
Nur Basuki Minarno: Tuntutan Mati terhadap Heru Hidayat Tidak Tepat
Jaksa menuntut terdakwa korupsi Asabri, Heru Hidayat dengan hukuman mati/Net
rmol news logo Tuntutan pidana mati terhadap terdakwa korupsi Asabri Heru Hidayat tidak tepat. Pendapat ini disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno.

Menurut pakar hukum tindak pidana korupsi ada dua alasan mengapa tuntutan JPU tersebut tidak tepat.

Pertama, kata Nur, Pasal 2 ayat (2) UU Korupsi (UU Tipikor) tidak masuk di dalam surat dakwaan (dari JPU). Nur mengatakan JPU hanya mencantumkan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dalam surat dakwaannya.

Dalam pasal tersebut, kata dia, tidak ada ancaman pidana hukuman mati terhadap terdakwa. Ancaman pidana hukuman mati justru terdapat pada Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang tidak disertakan dalam surat dakwaan JPU terhadap Heru Hidayat.

Ia berpendapat, Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor harus dicantumkan dalam surat dakwaan. Dengan pencantuman itu jaksa kemudian baru bisa menuntut pidana mati.

Sebab, di dalam Pasal 2 ayat (2) itu, JPU mempunyai kewajiban membuktikan bahwa korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu.

"Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, keadaan tertentu itu adalah keadaan di mana terjadi bencana alam, di mana terjadi krisis ekonomi atau melakukan pengulangan tindak pidana,” jelas Nur, Selasa (7/12).

Alasan kedua, kata Nur, tindak pidana yang dilakukan oleh Heru Hidayat dalam kasus Asabri tidak masuk dalam kategori pengulangan tindak pidana.

Argumentasi Nur, tindak pidana yang dilakukan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya hampir bersamaan dengan tindak pidana dalam kasus Asabri.

Dalam pandangan Nur, yang berbeda dari keduanya hanya waktu penuntutan di mana kasus Jiwasraya lebih dahulu diproses dari kasus Asabri.

“Kalau saya perhatikan, tempusnya hampir bersamaan, artinya waktu kejadian perkara itu terjadi bersamaan. Hanya saja proses penuntutannya berbeda. Jadi, ini bukan merupakan pengulangan tindak pidana,” tandas dia.

Menurut Nur, tindak pidana yang dilakukan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya dan Asabri masuk dalam kategori konkursus realis atau meerdaadse samenloop.

Artinya, seseorang melakukan sejumlah tindak pidana sekaligus dalam waktu yang bersamaan dan masing-masing tindak pidana berdiri sendiri.

Ia mengatakan, dalam ilmu hukum namanya konkursus realis. Jadi, melakukan beberapa perbuatan pidana, yang masing-masing perbuatan itu diancam dengan pidananya sendiri-sendiri.

"Jadi, tidak tepat kalau jaksa memberikan pemberatan kepada Heru Hidayat dengan alasan bahwa Heru Hidayat itu telah melakukan pengulangan tindak pidana,” jelasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA