Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Buka Kemungkinan Telusuri Dugaan TPPU Edhy Prabowo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 26 November 2021, 07:37 WIB
KPK Buka Kemungkinan Telusuri Dugaan TPPU Edhy Prabowo
Terdakwa kasus korupsi benih lobster, Edhy Prabowo/RMOL
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu sikap dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, sebelum mengembangkan perkara kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Khususnya sikap terdakwa Edhy Prabowo atas upaya hukum banding yang diajukannya yang ternyata hukumannya dinaikkan oleh Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 9 tahun penjara, dalam perkara suap ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020.

"Kalau kemudian di dalam perjalanannya terdakwa memang menerima putusan dimaksud, tentu kami nanti akan segera melakukan eksekusi, melakukan pelaksanaan putusan dari Pengadilan Tinggi tersebut. Jadi tidak ada upaya hukum lagi tentunya," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Jumat pagi (26/11).

Namun, jika putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrach, maka KPK akan terlebih dahulu mempelajari pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta serta pertimbangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.

"Fakta-faktanya apakah sama dari fakta-fakta di Pengadilan Negeri atau ada fakta-fakta baru, ataukah ada kemungkinan bisa dikembangkan lebih lanjut ke pasal-pasal lain ataupun penerimaan UU lain seperti tindak pidana pencucian uang. Nanti kami pelajari dulu putusan secara utuhnya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut," pungkas Ali.

Majelis Hakim PT DKI memutuskan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Majelis Hakim PT DKI yang diketuai oleh Haryono dan sebagai Hakim Anggota yaitu, Mohammad Lutfi dan Singgih Budi Prakoso, pada Senin lalu (1/11).

Selain itu, Edhy juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan sejumlah 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh terdakwa.

Apabila terdakwa Edhy tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terdakwa Edhy tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 3 tahun.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata Majelis Hakim banding.

Putusan banding ini diketahui lebih berat dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Di peradilan tingkat pertama itu, Edhy divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Edhy juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS subsider 2 tahun kurungan.

Edhy juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah Edhy menjalani pidana pokoknya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA