Hal itu diingatkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar dihadapan kepala daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di acara rangkaian kegiatan program pemberantasan tindak pidana korupsi terintegrasi di wilayah Provinsi NTT, Senin (25/10).
"Modus korupsi kepala daerah tidak jauh dari suap dan gratifikasi dalam pemberian izin, jual beli jabatan serta kickback dalam pengadaan," ujar Lili di hadapan seluruh kepala daerah di NTT, unsur Forkompimda NTT, PLN wilayah regional Nustra, Maluku, Papua; dan perwakilan Kementerian ATR/BPN wilayah NTT di Hotel Aston Kupang, Senin (25/10).
Karena menurut Lili, musuh kepala daerah dalam pembangunan adalah diri sendiri yang mendorong menggunakan kewenangan publik dan keuangan daerah untuk pribadi.
Selain itu, kata Lili, para koruptor yang ingin menumpang, mendopleng dan memanfaatkan kewenangan publik dan keuangan daerah.
"Musuh kita siapa? Diri kita sendiri dan orang-orang di sekeliling kita yang memanfaatkan posisi kita," kata Lili.
Menurut Lili, daerah berhak untuk menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, Lili juga mengingatkan bahwa dalam menetapkan kebijakan daerah, wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Hal tersebut kata Lili, agar kepala daerah dapat menjalankan roda pemerintahan secara akuntabel dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, ditambahkan Lili, tidak akan bertambah daftar kepala daerah yang diproses oleh KPK.
"Tercatat 152 kepala daerah merupakan pelaku korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK tahun 2004 hingga 31 Maret 2021," jelas Lili.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: