Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Siap Hadapi Emir Moeis di PN Jakpus, KPK Berharap Majelis Hakim Tolak Permohonan PK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 28 September 2021, 15:33 WIB
Siap Hadapi Emir Moeis di PN Jakpus, KPK Berharap Majelis Hakim Tolak Permohonan PK
Izesrick Emir Moeis/Net
rmol news logo Setelah diangkat menjadi Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang merupakan anak perusahaan BUMN, Izesrick Emir Moeis ajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus korupsi yang pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri membenarkan bahwa Emir Moeis yang merupakan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI tahun 2000-2003 mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Informasi yang kami terima hari ini dijadwalkan sidang perdana PK yang diajukan Izedrick Emir Moeis di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan permohonan PK," ujar Ali kepada wartawan, Selasa siang (28/9).

KPK kata Ali, secara tegas siap menghadapi permohonan PK tersebut.

Kesiapan KPK itu kata Ali, karena dari permohonan yang diterima, dalil pemohon PK tidak ada hal yang baru dan hanya pengulangan dari pembelaan Emir Moeis saat sidang pada tingkat pertama.

"Untuk itu, kami berharap Majelis Hakim PK di MA menolak permohonan tersebut," pungkas Ali.

Emir yang baru diangkat menjadi Komisaris di anak perusahaan BUMN ini sendiri pernah terjerat kasus korupsi dan berurusan dengan KPK.

Padahal, pada 20 Juli 2012 lalu, Emir ditetapkan sebagai tersangka karena menerima hadiah atau janji sebesar 357 ribu dolar AS dari Konsorsium Alstom Power Incorporated (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI).

Penerimaan hadiah atau janji tersebut terjadi saat Emir menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI tahun 2000-2003.

Perjalanan kasusnya, akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Emir bersalah dan divonis pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis itu dijatuhkan pada 14 April 2014.

Putusan itu pun lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.

Dalam putusan itu, Majelis Hakim menilai bahwa Emir terbukti menerima uang dari Konsorsium Alstom Power Inc. (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI) melalui Pirooz Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Inc.

Penerimaan uang tersebut terjadi dengan cara membuat perjanjian kerjasama batubara antara Muhammad Sarafi dengan PT Artha Nusantara Utama (ANU) yang dimiliki oleh anak Emir.

Kasus tersebut bermula terjadi pada 28 Juni 2001 pada saat PT PLN mengumumkan prakualifikasi proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung yang dibiayai Japan Bank for International Cooperation dan Pemerintah Indonesia.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA