Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tuntut Keadilan, Irjen Napoleon Bonaparte Mengadu ke Komisi Yudisial

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 19 Agustus 2021, 11:23 WIB
Tuntut Keadilan, Irjen Napoleon Bonaparte Mengadu ke Komisi Yudisial
Kuasa Hukum Terdakwa Napoleon Bonaparte, Ahmad Yani di Komisi Yudisial, Jakarta Pusat/RMOL
rmol news logo Terdakwa kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte masih mencari keadilan.

Hari ini, kuasa hukum Napoleon, Ahmad Yani bertandang ke Komisi Yudisial (KY), Jakarta untuk meminta majelis hakim membuka secara gamblang kasus yang menjerat kliennya.

Ahmad Yani menegaskan, kliennya memiliki bukti kuat berupa rekaman percakapan terkait dengan kasus penghapusan red notice yang menjerat kliennya. Rekamana tersebut berisi percakapan antara kliennya dengan seorang pengusaha, Tommy Sumardi.

Namun sayang, dalam perjalanan persidangan, pemutaran rekaman tersebut ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat. Padahal menurut Ahmad Yani, isi rekaman tersebut sangat penting.

"Di dalamnya terdapat informasi penting siapa sesungguhnya yang menerima aliran dana dari Djoko Tjandra. Bahkan melibatkan nama-nama orang penting," kata Ahmad Yani di Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Kamis (19/8).

Dengan tidak diputarnya rekaman tersebut, kata Ahmad Yani, kebenaran atas kasus tersebut tidak terungkap dalam persidangan. "Sehingga peristiwa sebenarnya tidak terungkap kepada publik," lanjutnya.

Sikap majelis hakim yang menolak pemutaran rekaman tersebut juga dinilainya telah mengingkari hak untuk membuktikan kliennya tidak bersalah sebagaimana Pasal 37 ayat (2) UU Tipikor.

Napoleon sendiri mengajukan upaya kasasi yang telah diterima Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat lalu (13/8).

"Untuk itu, kepada Peradilan Tertinggi Mahkamah Agung dan hakim-hakim agung yang mulia dapat kiranya membuka rekaman tersebut sehingga perkara ini dapat menjadi terang benderang," tandasnya.

Mantan Kadivhubinter Polri ini divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Napoleon terbukti bersalah menerima suap 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dari Djoko Tjandra berkaitan penghapusan red notice.

Napoleon sempat mengajukan banding atas vonis tersebut, namun ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA