Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal TWK KPK, Hendardi: Komnas HAM Off Side dari Tugas Pokoknya!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Rabu, 18 Agustus 2021, 19:35 WIB
Soal TWK KPK, Hendardi: Komnas HAM <i>Off Side</i> dari Tugas Pokoknya<i>!</i>
Ketua Setara Institute, Hendardi/Net
rmol news logo Langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang mengeluarkan hasil pemantauan dan kajian terhadap pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikritisi Setara Institute.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Ketua Setara Institute, Hendardi tak menyoal kerja pemantauan dan kajian yang dilakukan atas pengaduan sejumlah pegawai KPK terkait proses alih status pegawai menjadi ASN tersebut.

Sebab, berdasarkan Pasal 79 dan Pasal 89 UU 39/1999 tentang HAM menyebutkan Komnas HAM berwenang melakukan kerja pemantauan dan pengkajian.

Akan tetapi, ia memandang produk kerja Komnas HAM bukanlah produk hukum yang pro justisia, yang harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

"Sebagai sebuah rekomendasi, Komnas HAM dipersilakan untuk membawa produk kerjanya kepada pemerintah dan juga DPR," ujar Hendardi dalam keterangan tertulis kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/8).

Dalam hal kerja pemantauan dan kajian, menurut Hendardi, siapapun boleh mengkaji dan memantau kinerja institusi negara. Tetapi jika pemantauan dan pengkajian itu dilakukan oleh lembaga negara, maka harus dilihat, apakah itu domain kewenangannya atau sebatas partisipasi merespons aduan warga negara.

"Tindakan institusi negara itu yang pertama harus dilihat adalah dasar kewenangannya. Jika tidak ada kewenangan, maka produk tersebut bisa dianggap tidak berdasar (baseless), membuang-buang waktu dan terjebak pada kasus-kasus yang mungkin popular tapi bukan merupakan bagian mandat Komnas HAM," tuturnya.

Dalam catatannya selama periode 2017-2022, Hendardi menilai Komnas HAM rajin mengambil peran sebagai "hero" dalam kasus-kasus populer. Justru, tugas pokoknya yang memperlihatkan fakta pelanggaran HAM yang nyata, dan bisa disidik dengan menggunakan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, justru tidak dikerjakan Komnas HAM.

"Tak heran banyak pihak mempersoalkan kinerja Komnas HAM periode ini. Komnas HAM gigih menyusun tumpukan kertas sebagai hasil kerja lembaga negara ini, tetapi miskin terobosan," imbuhnya.

Dari situ, Hendardi menduga produksi standar norma terkait banyak hal yang dibuat Komnas HAM tidak memberikan efek perubahan pengarusutamaan HAM dalam tata kelola pemerintahan.

Demikian juga, lanjutnya, produksi rekomendasi yang nyaris tidak memberikan dampak apa-apa pada upaya perlindungan HAM bagi kelompok rentan, terdiskriminasi, masyarakat adat, kelompok kepercayaan dan lain sebagainya.

"Kita perlu mendukung Komnas HAM merancang visi baru, strategi baru, termasuk kewenangan baru sehingga kehadiran lembaga ini bisa lebih berdampak bagi pemajuan dan perlindungan HAM," tuturnya.

Oleh karenanya, Hendardi berkesimpulan bahwa Komnas HAM telah off-side dalam menjalankan kinerja pemantauan dan kajiannya di dalam pengaduan alih status ASN KPK.

Karena menurutnya, produk kerja KPK yang berupa keputusan Tata Usaha Negara (TUN) dan administrasi negara bisa saja dipersoalkan, tapi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk keputusan TUN maupun judicial review ke Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan KPK 1/2021.

"Itu jika dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dua isu ini jelas bukan domain kewenangan Komnas HAM," tegasnya menutup. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA