Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketum Peradi Desak Pemerintah dan DPR Hapus Ketentuan Pasal 282 di RUU KUHP, Begini Penjelasannya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 10 Agustus 2021, 15:45 WIB
Ketum Peradi Desak Pemerintah dan DPR Hapus Ketentuan Pasal 282 di RUU KUHP, Begini Penjelasannya
Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan/Net
rmol news logo Satu pasal di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP diprotes Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), karena dianggap diskriminatif, prejudice dan tendensius kepada advokat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan menjelaskan, ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 282 RUU KUHP yang berisi ancaman penjara lima (5) tahun atau pidana denda paling banyak ketegori V kepada advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya melakukan kecurangan.

Ada dua bentuk kecurangan yang dimasukkan ke dalam Pasal 282 RUU KUHP. Yakni yang pertama mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya.

Kemudian bentuk kecurangan yang kedua adalah mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut hukum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

"Penjelasan Pasal 282 adalah ketentuan yang ditujukan kepada advokat yang secara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan," terang Otto dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa siang (10/8).

Kendati begitu, ketentuan tersebut menurut Otto, dibuat dengan paradigma yang kurang tepat. Karena dengan adanya pasal ini, seakan-akan hanya advokat saja yang dapat berlaku curang kepada kliennya, padahal klien juga bisa berlaku curang kepada advokat.

"Bahwa lebih lanjut, pasal ini terkesan diskriminatif, prejudice dan tendensius, karena ditujukan hanya kepada advokat saja," sambungnya.

Jika pasal ini tetap dipertahankan, Otto memandang perlu adanya perubahan isi Pasal 282 yang isinya tidak boleh hanya ditujukan kepada advokat saja, tetapi juga ditujukan kepada penegak hukum yang lain yaitu hakim, jaksa, penyidik, panitera termasuk juga klien.

Sebabnya, lanjut Otto, pasal tersebut merupakan delik formil dan tidak sinkron dengan norma Pasal 282 yang berisi tentang perbuatan curang tetapi penjelasannya mengenai suap.

Sehingga menurutnya, sangat berbahaya bagi advokat dalam menjalankan tugasnya jika pasal 282 ditetapkan dengan norma yang disusun tersebut. Karena ketika mendamaikan klien dengan lawannya, tentu bisa saja terjadi win-win atau lose-lose.  

"Sehingga kalau karena sesuatu hal kliennya menyetujui untuk lose atau mengalah dalam perjanjian, maka hal ini dapat saja di kemudian hari advokat tersebut dengan mudah dilaporkan oleh kliennya dengan tujuan tertentu, sehingga posisi advokat dalam posisi lemah," imbuh Otto.

Atas dasar itu, Otto menegaskan bahwa Peradi menyadari dalam prakteknya ada advokat yang memang berlaku curang terhadap kliennya, dan perlu mendapat sanksi. Tetapi baginya, tidak tepat dikenakan dengan Pasal 282 tersebut, karena selama ini Dewan Kehormatan Peradi selalu bertindak tegas dan menjatuhkan sanksi kepada advokat bahkan ada yang dipecat karena berlaku curang.

"Jadi Kode Etik Advokat sudah mengaturnya. Bahwa Peradi dengan ini meminta kepada Pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan ketentuan Pasal 282 tersebut dari isi KUHP," tandas Otto. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA