Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dissenting Opinion, Hakim Suparman Anggap PermenKP Kran Ekspor Benih Lobster Clear And Clean

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Kamis, 15 Juli 2021, 23:12 WIB
<i>Dissenting Opinion</i>, Hakim Suparman Anggap PermenKP Kran Ekspor Benih Lobster <i>Clear And Clean</i>
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor saat memvonis terdakwa Edhy Prabowo/RMOL
rmol news logo Ada perbedaan pendapat atau dissenting opinion oleh hakim yang memvonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo lima tahun penjara dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL).

Hakim yang berbeda pendapat yakni Hakim Anggota I, Suparman Nyompa yang menilai terdakwa Edhy lebih tepat melanggar Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor dibandingkan dengan Pasal 12 huruf a.

Dalam alasannya, Hakim Suparman salah satunya menilai bahwa Peraturan Menteri (Permen) KP yang membuka kran ekspor BBL dinyatakan clear dan clean.

Dijabarkan, Edhy Prabowo dilantik menjadi menteri oleh Presiden RI pada 23 Oktober 2019. Sebelumnya, Edhy menjabat sebagai anggota DPR RI pada periode 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-22 Oktober 2019.

Dalam menjalankan tugas sebagai menteri, Edhy dibantu staf khusus dan sekretaris pribadi, yaitu Andreau Misanta Pribadi, Safri, dan Amiril Mukminin.

Selanjutnya, kata Hakim Suparman, saat KKP dijabat Susi Pudjiastuti pada 2014-20 Oktober 2019, ada Permen KP Nomor 56/PERMEN/KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster dari wilayah negara Indonesia.

Setelah Edhy menjabat sebagai menteri, banyak masukan yang meminta agar larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster ditinjau ulang dengan alasan banyak terjadi penyelundupan ekspor benih bening lobster, sehingga menimbulkan kerugian negara.

"Sebaliknya, diizinkan ekspor BBL dapat menambah penghasilan para nelayan, khususnya nelayan kecil karena dapat menjual BBL dari pihak eksportir dan ada pajak sehingga memberi pemasukan terhadap negara," ujar Hakim Suparman di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis sore (15/7).

Bahkan kata Hakim Suparman, di kalangan ahli pidana juga ada yang berpendapat izin ekspor BBL akan menguntungkan negara dan nelayan kecil.

Dengan alasan setiap satu induk lobster dapat bertelur dan menetas BBL antara 800 ribu sampai dengan 1 juta ekor benih. Namun yang dapat bertahan hidup menjadi dewasa hanya sekitar 20 persen karena BBL banyak yang dimakan oleh predator.

Maka dari jumlah 20 persen tersebut, dipandang tidak menguntungkan dibanding banyaknya yang mati karena dimangsa oleh predator.

"Bahwa dengan adanya berbagai saran dan masukan tersebut, sehingga terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan mengambil kebijakan berupa mengizinkan untuk dilakukan budidaya lobster dan izin ekspor BBL," kata Hak Suparman.

Bahkan kata Hakim Suparman, Edhy menerbitkan Permen KP berdasarkan pada kajian-kajian dari para ahli perikanan dan masukan berbagai elemen masyarakat yang berkecimpung di bidang kelautan dan perikanan.

"Permen KP diterbitkan bukan karenanya ada pemberian uang, hadiah atau pun janji dari pihak lain. Hal ini juga diakui rekan para saksi maupun para terdakwa lainnya," terang Hakim Suparman.

Karena Edhy melakukan dan menerbitkan Permen KPK tersebut, menurut Hakim, tidak ada pemberian hadiah atau janji dari pihak mana pun.

"Selanjutnya mengenai Permen KP yang diterbitkan terdakwa dapat dipandang clear dan clean," pungkas Hakim Suparman. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA