Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Vonis Bandar Narkoba Dan Pinangki Jadi Catatan Kegagalan PT Terjemahkan Pasal 241 KUHAP

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Senin, 28 Juni 2021, 18:45 WIB
Vonis Bandar Narkoba Dan Pinangki Jadi Catatan Kegagalan PT Terjemahkan Pasal 241 KUHAP
Pakar hukum pidana Azmi Syahputra/RMOL
rmol news logo Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang menganulir hukuman mati bandar sabu, Bashir Ahmed dan Adel menjadi 20 tahun penjara menjadi catatan khusus untuk pengadilan tinggi sebagai lembaga pegadil.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Putusan tersebut sama saja hakim tidak mendukung upaya pemberantasan narkoba. Sudah jelas terdakwa sebagai bandar, sekaligus pengedar dalam kasus ini dan hakim terkesan asal mengubah putusan pidana terdakwa," kata pakar hukum pidana, Azmi Syahputra, Senin (28/6).

Menilik lebih jauh, Azmi melihat ada tren perubahan putusan Majelis Hakim Banding setelah putusan Hakim Pengadilan Tinggi DKI. Hal serupa juga terjadi pada putusan hakim banding pada kasus Jaksa Pinangki belum lama ini.

"Tren perubahan putusan ini menyiratkan majelis hakim Pengadilan Tinggi keliru mengartikan dan menerapkan Pasal 241 KUHAP (terkait banding)," jelasnya.

Pasal 241 KUHAP, kata dia, harus diikuti dengan persyaratan oleh hakim dan tidak bisa ditafsirkan secara bias oleh hakim. Apalagi, kata dia, jika berdasar hanya ketidaksetujuan pemidanaan.

"Artinya hakim di tingkat banding menggeser makna perbuatan, fakta hukum, alat bukti, keadaan termasuk nilai keyakinan hakim dalam membuat pertimbangan hukumnya telah lari dari tujuan hukum pidana (Pasal 197 huruf d KUHAP)," jelasnya.

Pasal 241 KUHAP baru bisa dilakukan, jika semua hal dalam pemeriksaan hakim banding menemukan ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan, atau kurang lengkap. Baru setelah itu Pengadilan Tinggi mengadakan putusan sendiri.

"Jadi tolok ukurnya lihat, apa alasan fakta keadaan dan argumentasi hukum dalam pertimbangkan hukumnya? Fakta diakui, bukti diakui, pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri diakui, dan diambil hanya tidak sepakat dengan lama hukuman atau jenis hukuman?" kritiknya.

Selain itu, semestinya pengurangan hukuman pada tingkat banding itu dipilah dengan matang berdasarkan bobot dan kualitas tindak pidananya dan dampak dari perbuatannya, bukan asal mendiskon hukuman untuk ubah putusan.

Karenanya dalam menjaga kualitas penegakan hukum, jelasnya, hakim harus mampu mengharmonisasi keadilan dan kepastian hukum, mengingat kekuasaan kehakiman itu kekuasan negara yang merdeka, bebas dari campur tangan pihak kekuasaan atau pihak manapun.

"Sehingga putusannya harus mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia karena dalam kasus ini Jaksa harus melakukan kasasi," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA