Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Minta Keadilan, Matoa Golf Harap Perwakilan Pemerintah Bisa Ikut Selesaikan Sengketa Hak Kelola Tanah Dengan Inkopau

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 22 April 2021, 21:48 WIB
Minta Keadilan, Matoa Golf Harap Perwakilan Pemerintah Bisa Ikut Selesaikan Sengketa Hak Kelola Tanah Dengan Inkopau
Ilustrasi lahan sengketa/RMOL
rmol news logo Sengketa hak kelola tanah antara PT Saranagraha Adisentosa selaku pengelola Mato Golf Nasional, dengan Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau) diharapkan bisa ikut diselesaikan pemerintah.

Penasihat hukum PT Saranagraha Adisentosa, Bambang Hartono menerangkan, pihak Matoa Golf berharap perkara ini bisa selesai tidak hanya melalui jalur hukum perdata yang tengah berproses di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Akan tetapi, ada perwakilan dari pemerintah yang bersifat netral untuk menilai nota perjanjian pengelolaan tanah Matoa Golf yang di dalamnya berisi masa kelola yang dilakukan PT Saranagraha Adisentosa bersama Inkopau.

"Dipanggil (PT Saranagraha Adisentosa dan Inkopau) dengan Menkopolhukam. Atau, yang punya sertifikatnya yaitu Menhankam, panggil duduk bersama. Ini 30 tahun atau 25 tahun (masa pengelolaannya)," ujar Bambang Hartono saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/4).

Menurut Bambang Hartono, perkara yang membuat Matoa Golf dipaksa ditutup oleh pihak Inkopau adalah bukan karena persoalan pembagian laba, sebagaimana yang diberitakan.

Karena beberapa bulan yang lalu pihak Matoa Golf, kata Bambang Hartono telah mengirimkan uang bagi hasil untuk tahun 2021 sekitar Rp 850 juta. Namun katanya, uang tersebut dikembalikan lagi oleh pihak Inkopau dengan alasan belum ada kesepakatan.

"Sebenarnya kalau memang soal perhitungan, kita duduk sama-sama saja. Gimana itu kalau memang tidak dibagikan, kekurangannya di mana? Kan gampang begitu kalau soal pembagian," tuturnya.

Justru, persoalan mendasar yang menjadi penyebab dari perkara ini adalah adanya perbedaan persepsi antara pihak PT Saranagraha Adisentosa dengan Inkopau mengenai masa pengelolaan tanah tersebut.

Di mana, pihak Inkopau menilai berdasarkan nota kesepakatan bahwa hak pengelolaan tanah oleh Matoa Golf hanya 25 tahun. Sementara pihak PT Saranagraha Adisentosa bisa memastikan masa pengelolaan lahan yang ada di wilayah Jakarta Selatan tersebut mencapai 30 tahun.

Bambang Hartono memaparkan, perhitungan 30 tahun pengelola Grand Matoa didapat berdasarkan nota perjanjian yang ditandatanganinya bersama Yayasan Adi Upaya (Yasau) Jakarta yang merupakan Induk Inkopau.

"Yasau itu kan pertama tahun 96 perjanjiannya, sampai dengan tahun 2026. Itu kan 30 tahun. Nah, kemudian di pertengahan jalan Yasau memberikan subtitusi kepada Inkopau, tahun 2008 kalau tidak salah subtitusinya itu," ungkap Bambang Hartono.

"Semua perjanjian dengan Yasau, bukan dengan Inkopau. Inkopau itu hanya mengambilalih, mensubstitusi dari Yasau," sambungnya.

Karena itu, pengelola Matoa Golf hingga kini melihat titik utama permasalahan ada di penafsiran yang berbeda terkait dengan masa pengelolaan lahan yang ada.

Sehingga, Bambang Hartono menilai sikap Inkopau yang sejak Senin (19/4) hingga kini menutup Matoa Golf adalah tidak bijak. Karena, ada dampak yang juga diterima dari para pekerja.

"Yang menjadi masalahsekarang mereka menutup (Matoa Golf), karena punya karyawan 500 (orang). Itu baru karyawannya. Kalau ada dua (anggota keluarganya), itu berarti ada 1.500 tanggungan Saranagraha untuk hidupin orang," paparnya.

"Kita kan juga enggak berani melawan tentara. Kita tunduklah kepada tentara, karena tentara kan bapak kita. Cuman harus bijak menurut saya, jangan main tutup saja begitu," demikian Bambang Hartono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA