Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Chudry Sitompul: Perkara Syahganda-Jumhur Adalah Satu Fenomena Antitesis Antara Konsep Demokrasi Dengan Rule Of Law

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 19 April 2021, 16:21 WIB
Chudry Sitompul: Perkara Syahganda-Jumhur Adalah Satu Fenomena Antitesis Antara Konsep Demokrasi Dengan Rule Of Law
pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul (tengah berbaju batik coklat)/Net
rmol news logo Perkara hukum yang tengah dihadapi dua Inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) , Syahganda Ninggolan dan Jumhur Hidayat, mengundang pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul untuk ikut berpendapat.

Pasalnya, perkara ini menurutnya menarik untuk ditelaah secara akademis dan ilmiah yang terkait dengan kerangka hukum Indonesia kaiatannya engan konsep demokrasi.

Dia menuturkan, berdasarkan pengkajian hukum dan demokrasi, perkara dua tokoh itu ditemukan satu kesimpulan mendasar, yaitu ada satu fenomena baru yang muncul di masa pemerintahan sekarang ini..

"Peradilan Syahganda ini menarik secara akdemis. Kenapa? Karena di dalam peradilan ini nampak ada satu fenomena antitesis antara konsep demokrasi dengan konsep negara hukum atau konsep rule of law," ujar Chudry saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (19/4).

Secara teoritis, Chudry menjelaskan konsep demokrasi dan konsep rule of law saling melengkapi. Bahkan menurutnya, rule of law seharusnya adalah demokrasi itu sendiri.

Sebabnya, jika melihat unsur-unsur demokrasi mulai dari kedaulatan rakyat, melindungi hak asasi manusia, pemerintahan atau kekuasaan yang terbatas dan pemilihan umum, kesemuannya tidak bisa terlepas dari partisipasi masyarakat.

"Dan di dalam demokrasi itu, aktor dalam bernegara selain tiga cabang kekuasan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), di dalam demokrasi yang modern ada aktor lain, yaitu media dan masyarakat sipil," paparnya.

Sehingga dari situ, Chudry menilai bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi sekaligus negara hukum seharusnya dalam kasus Syahganda-Jumhur bisa memberikan perindungan hak asasi, yang salah satunya mengenai kebebasan menyampaikan pendapat.

"Tidak bisa tujuannya hanya untuk penegakan hukum saja, tapi juga memberikan rasa keadilan. Prinsip ini, penegakkan keadilan diatur dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman," ucap Chudry.

Di dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, Chudry berharap prinsip-prinsip hukum di dalamnya bisa dilakukan hakim yang menangani kasus Syahganda dan Jumhur.

Di mana hal itu adalah, wajib bagi hakim menggali dan memelihara rasa keadilan yang ada di masyarakat. Misalnya terkait kasus Syahganda yang dituntut hukuman 6 tahun penjara karena dinilai melanggar Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang KUHP.

"Jadi secara normatif, UUD 1945 sudah mengatur mengenai suatu kebebasan orang untuk menyatakan pendapat," tuturnya.

"Nah, kalau terjadi perbedaan mengenai kebebesan berpendapat itu, kalau ada warga harus diadili atau didakwa melanggar uu, maka harus hakim yang ada di peradilan wajib menggali dan menjaga rasa keadilan yang ada di masyarakat," demikian Chudry menambahkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA