Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Saksi Pelapor Kasus Jumhur Hidayat Bohong, BAP Ternyata Dirancang Penyidik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 18 Maret 2021, 22:11 WIB
Saksi Pelapor Kasus Jumhur Hidayat Bohong, BAP Ternyata Dirancang Penyidik
Sidang perkara dugaan penyebaran berita bohong dengan terdakwa Jumhur Hidayat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/Repro
rmol news logo Sidang lanjutan perkara dugaan penyebaran berita bohong dengan terdakwa Jumhur Hidayat yang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menguak fakta mengejutkan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Adintho Prabayu yang juga pihak pelapor mengaku bahwa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatanganinya sudah dibuatkan penyidik. Hal itu diakuinya saat dicecar oleh terdakwa Jumhur.

"Apakah saudara saksi pernah belajar ilmu telepati?" tanya Jumhur di persidangan, Kamis (18/3).

Jumhur kemudian mempertanyakan soal adanya tiga orang saksi dengan isi BAP yang sama. Hal itu dirasa janggal karena ketiga orang tersebut melapor di waktu berbeda. Mendengar pertanyaan Jumhur, saksi Adintho Prabayu mengaku tidak tahu.

 "Kalau begitu, saat saksi melapor, sudah ada BAP yang dibuat penyidik?" cecar Jumhur.

"Ya," jawab saksi.

Mendengar pengakuan saksi, Jumhur yang juga deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini kembali melontarkan pertanyaan.

"Setelah membacanya, saksi setuju dengan isi di BAP tersebut?" tanya Jumhur.

Pertanyaan Jumhur tersebut kemudian diamini saksi. Saksi yang juga seorang advokat itu mengaku bahwa BAP yang dimaksud telah dibuat oleh pihak kepolisian. Setelah membacanya, barulah ia menandatangani BAP tersebut.

Mendengar pemaparan saksi, terdakwa Jumhur lantas menegaskan kepada Majelis Hakim bahwa saksi pelapor yang dihadirkan tersebut telah berkedudukan tidak independen.

"Mereka melaporkan bukan karena kesadarannya, melainkan karena digiring oleh kekuatan besar untuk memasukkan saya ke dalam sini," demikian Jumhur.

Dalam sidang dakwaan, JPU mendakwa Jumhur menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya tentang Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.

Menurut Jaksa, cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan senada "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawa ini".

Dalam cuitan tersebut, Jumhur mencantumkan link berita dari Kompas.com berjudul "35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja". Atas cuitannya itu, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif.

Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 UU 1/1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang perubahan dari UU 11/2008 tentang ITE. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA