"Kalau itu (pasal di UU ITE) multitafsir, maka sudah selayaknya harus direvisi," kata Otto Hasibuan, dalam keterangannya, Kamis (11/3).
Dalam merevisi UU ITE, kata Otto, dibutuhkan politik hukum pemerintah. Hal ini guna melihat keinginan pemerintah bersama dengan DPR yang sebenarnya dalam merevisi UU ITE, apakah untuk melindungi masyarakat atau yang lainnya.
"Kalau kita mau menuju revisi UU ITE ini, mau tidak mau kita harus bicara Politik hukum pemerintah. Bagaimana politik hukum pemerintah? Apakah sungguh-sungguh politik hukumnya ini untuk melindungi dan mencapai keadilan masyarakat, atau untuk melindungi kepentingan pemerintah atau kelompok tertentu," ucap Otto.
Dirinya mengingatkan, produk hukum itu dibuat sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang dianggap baik. Jika dalam kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya, sebaiknya memang perlu untuk direvisi.
Menurut Otto, sejumlah pasal multitafsir yang ada di UU ITE selama ini berpotensi disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk mencapai tujuannya. Termasuk, berpotensi disalahgunakan penyidik dalam menjalankan tugasnya.
"Asas legalitas dilakukan, tetapi masyarakat merasa itu tidak adil. Padahal yang ingin kita capai untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan. Menurut saya tetap harus diperlukan revisi UU ITE," ucapnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: