Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ahli Bahasa Nilai Cuitan Syahganda Bukan Kebohongan, Begini Penjelasannya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 04 Maret 2021, 17:54 WIB
Ahli Bahasa Nilai Cuitan Syahganda Bukan Kebohongan, Begini Penjelasannya
Suasan sidang Syahganda Nainggolan di PN Depok beberapa waktu lalu/RMOL
rmol news logo Tulisan aktivis Syahganda Nainggolan di Twitter terkait RUU Cipta Kerja yang menjadi salah satu dasar pihak kepolisian menangkapnya bukan berisi kebohongan.

Hal tersebut disampaikan Ahli Bahasa, Reka Yudi Mahardika saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara ujaran kebohongan yang menciptakan keonaran terhadap terdakwa Syahganda Nainggolan di Pengadilan Negeri Depok, Kamis (4/3).

Ahli mengatakan bahwa sebutan 'mengutuk' atas pernyataan Gatot Nurmantyo bahwa RUU Ciptaker tidak manusia dan menyengsarakan buruh, dalam pidatonya tanggal 29 September 2020, di Karawang tidak merupakan kata yang bohong.

"Dalam ilmu bahasa dikenal persamaan atau sinonim atau penyimpulan. Pernyataan tidak manusiawi dan menyengsarakan bisa disimpulkan sebagai pernyataan mengutuk. Sehingga, ketika terdakwa menyimpulkan pernyataan Gatot Nurmantyo itu sebagai mengutuk adalah sah-sah saja," kata Reka Yudi yang juga dosen IKIP Siliwangi, Bandung itu.

Pun demikian tulisan Syahganda di Twitter pada 12 September 2020, yang berbunyi: "Ini artinya pemerintah mengakui kedaulatan rakyat itu tidak ada, yang ada adalah kedaulatan cukong2".

Hal itu merupakan respons Syahganda atas berita tentang Menkopolhukam Mahfud MD, dalam menyoroti calon kepala daerah. Saat itu, Mahfud menyinggung 92 persen calon kepala daerah dibiayai oleh cukong.

"Kesimpulan yang diberikan terdakwa juga bukan sebuah kesalahan dalam pandangan ilmu bahasa. Pernyataan tersebut (Mahfud MD menyebu cukong) memang dapat ditafsirkan demikian (seperti unggahan Syahganda)," sambungnya.

Selain itu, Ahli Bahasa juga menilai istilah pro-kontra warganet yang dijadikan bukti sebagai penyebab keonaran di masyarakat tidak sesuai.

"Pro-kontra adalah istilah yang netral, karena realitas masyarakat memang selalu ada pro dan ada kontra," demikian Reka Yudi.

Syahganda Nainggolan didakwa atas perkara menyiarkan berita bohong yang menciptakan keonaran sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 atau Pasal 14 ayat 2 atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Sidang lanjutan tersebut sempat molor lebih dari 3 jam karena Hakim yang menangani perkara terjebak dengan lamanya perkara lain. Ketua Majelis Hakim, Ramon Wahyudi, menutup sidang untuk dilanjutkan Rabu depan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA