Keberatan itu berkaitan dengan suara dari saksi ahli yang tidak terdengar oleh Syahganda. Di mana dalam sidang ini, Syahganda mengikuti secara virtual dari Rumah Tahanan Bareskrim Polri.
Keberatan disampaikan saat saksi ahli bahasa hukum dari salah satu universitas (AB), mengurai pendapat terkait cuitan Syahganda di Twitter.
Saat AB sedang menjelaskan, Syahganda dengan suara lantang memotong pembicaraan.
"Sebentar yang mulia saya tidak dengar," kata Syahganda seperti diberitakan
Kantor Berita RMOL Jakarta, Kamis (11/2).
Seketika, Hakim Ketua Ramon Wahyudi mempersilakan AB untuk menghentikan sejenak kesaksian dan mendengarkan Syahganda.
Rupanya Syahganda tidak mendengar lantaran ada kendala teknis.
"Saya enggak dengar omongan dari saksi ahli," kata Syahganda.
Bukan hanya itu, Syahganda meminta agar sidang diskors sementara waktu agar ia bisa pindah lokasi.
"Ini lagi di-setting, kalau minta
break sebentar saya minta diskors saya pindah (ruangan) sekarang," kata Syahganda.
Sidang lanjutan kali ini mendengarkan kesaksian saksi ahli dan saksi fakta. Saksi fakta berinisial AF (19) yang merupakan tahanan Polda Metro Jaya, yang sebelumnya berprofesi sebagai pengemudi ojek online.
Sedangkan saksi ahli, AB merupakan ahli bahasa hukum yang berprofesi sebagai dosen dari salah satu kampus di Indonesia.
Dalam kasus ini, Syahganda didakwa menyebarkan berita bohong yakni penghasutan demo menolak omnibus law yang berakhir ricuh serta bentrokan di Jakarta.
Humas PN Depok, Nanang Herjunanto menyebut ada beberapa pasal yang disangkakakan kepada Syahganda.
"Dakwaan pertama, Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau kedua, Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau ketiga, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata Nanang.
Dari pasal tersebut, Syahganda terancam hukuman penjara 10 tahun penjara.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: