Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Majelis Hakim Diduga Langgar Kode Etik, Pengacara Syahganda Minta KY Pelototi Persidangan Di PN Depok

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Jumat, 29 Januari 2021, 19:35 WIB
Majelis Hakim Diduga Langgar Kode Etik, Pengacara Syahganda Minta KY Pelototi Persidangan Di PN Depok
Kantor Komisi Yudisial di Jakarta/Net
rmol news logo Kepentingan pihak-pihak demi tegaknya hukum yang independen dan imparsial terhadap kehadiran terdakwa dan saksi-saksi di muka persidangan tidak boleh dibatasi atas alasan apapun.

Adapun dalam rangka pengendalian penyeberan Corona Virus Disease 19 (Covid-19), maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku pelaksanaan persidangan sudah seharusnya dilaksankan dengan standar protokol kesehatan Covid-19.

Demikian disampaikan tim penasihat hukum terdakwa Syahganda Nainggolan menanggapi majelis hakim yang tidak menghadirkan terdakwa dan saksi di persidangan.

Abdullah Alkatiri selaku koordinator tim penasihat hukum Syahganda mengatakan, ada beberapa pertimbangan terdakwa dan saksi harus hadir di persidangan.

Pertama, bahwa apabila persidangan perkara No. 619/pid.Sus/2020/PN.Dpk di Pengadilan Negeri Depok dilaksanakan sesuai dengan standar protokol kesehatan Covid-19, maka seharusnya majelis hakim melakukan ketentuan Intruksi Kementerian Dalam Negeri No. 2/2021 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyeberan Covid-19.

Diktum Kedua Huruf a, sebagai berikut: Membatasi tempat/kerja perkantoram dengan menerapkan work from home (WFH) sebesar 75 persen dan work from office (WFO) sebesar 25 persen dengan meperhatikan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Protokol kesehatan yang dimaksud di sini sebagaimana ketentuan Surat Edaran Menteri Kesahatan No. HK.02.01/MENKES/216/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja, atau setidak-tidaknya dengan menerapkan 3M (menuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak).

"Selain daripada hal tersebut di atas, kami selaku penasihat  hukum menawarkan kepada majelis hakim jika dianggap perlu terhadap para saksi-saksi yang akan memasuki ruang persidangan terlebih dahulu melakukan pemerksaan Swab PCR dan/atau Swab Antigen dan/atau Rapid Test, demi mencegah penularan Covid -19 di dalam persidangan pemeriksaan perkara a quo," ujar Abdullah Alkatiri dalam keterangan tertulis, Jumat (29/1).

Baca: Walk Out Dari Persidangan, Penasihat Hukum Syahganda: Tindakan Majelis Hakim Bertentangan Dengan Hukum

Kedua, dengan merujuk pada PerMA dan KUHAP, kehadiran terdakwa dan saksi-saksi di ruang persidangan adalah sangat penting demi tegaknya proses pengadilan yang berjalan secara adil dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan dan kaidah dalam hukum acara pidana.

Dalam hal pelaksanaan persidangan di tengah wabah Covid-19, maka keberadaan pihak-pihak yang hadir langsung dalam persidangan utamanya terdakwa yang didampingi oleh penasihat hukum dan saksi-saksi terkait, tidak boleh dijadikan alasan ketidakhadirannya, selagi persidangan dijalankan dengan prokes yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan umumnya.

Dalam kaitan itu, sekiranya kehadiran terdakwa dan saksi-saksi dianggap dapat menularkan atau tertular Covid-19, maka dapat dinyatakan bahwa selama beberapa kali persidangan telah tidak dijalankan sesuai dengan prokes.

"Dengan kata lain bahwa dalam beberapa kali persidangan tersebut, majelis hakim telah ikut serta dan terlibat langsung, melakukan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19," kata Abdullah Alkatiri.

"Karena itu menolak terhadap fakta di atas, patut diduga bahwa majelis hakim tidak bertindak independen dan imparsial, atau malah terlibat dalam agenda lain yang dapat merugikan terdakwa," lanjut dia.

Ketiga, bahwa sikap majelis hakim yang menolak menghadirkan terdakwa dan saksi-saksi di muka persidangan merupakan tindakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim yakni melanggar prinsip berlaku adil sebagaimana  diatur dalam Pasal 4  huruf a dan Pasal 5 sebagaimana diatur dalam Ketentuan Peraturan Bersama  MA dan KY No. 02/PB/MA/IX/2012, No. 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, tanggal 27 September 2012.

"Atas dasar hal-hal tersebut di atas dan adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, mohon kiranya Komisi Yudisial Republik Indonesia melakukan pemantauan persidangan perkara Nomor 619/Pid.Sus/2020/PN Dpk, di Pengadilan Negeri Depok," terang Abdullah Alkatiri.

Dan untuk kepentingan yang sama, tim penasihat hukum telah pula menyampaikan pengaduan kepada Komis III DPR RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Ketua Mahkamah Agung RI, dan Ombudsman RI.

"Semoga hukum dan keadilan dapat ditegakkan di negara hukum, Repubik Indonesia," demikian Abdullah Alkatiri menutup keterangnnya.

Syahganda Nainggolan ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara Nomor 619/Pid.Sus/2020/PN.Dpk pada PN Depok. Terdakwa didakwa dengan Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 15 UU 1 /1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dalam kaitan itu, sejak 3 Desember 2020, terdakwa telah berstatus sebagai tahanan PN Depok.

Tim penasihat hukum Syahganda Nainggolan berjumlah 25 orang. Abdullah Alkatiri (koordinator), Erman Umar, Fahmi H. Bachmid, Syamsir Jalil, Djudju Purwantoro, Dede Gunawan, Agung Prabowo, Rahman, Burhanudin, Mustaris Tanjung, Muhdian Anshari, Syawaludin, Andi Mamora Siregar, Muhammad Danial, Ridwan Dracman, Muhammad Fahri, Irlan Superi, Abubakar J. Lamatopo, Mahmud, HM. Sani Alamsyah, Dedy Setyawan, Andi Syamsul Bahry, Ibrahim Kopong Boli, Andrianto, dan Ahkmad Leksono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA