Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Andrianto: Syahganda Bisa Bebas Dari Delik Ujaran Kebencian SARA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Selasa, 22 Desember 2020, 11:30 WIB
Andrianto: Syahganda Bisa Bebas Dari Delik Ujaran Kebencian SARA
Sidang dakwaan Syahganda Nainggolan/Net
rmol news logo Ada yang aneh dalam pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Syahganda Nainggolan. Yaitu, jaksa penuntut umum (JPU) menghilangkan Pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA (haatzaai artikelen).

Demikian disampaikan Tim Non-Litigasi Gerakan Pro-Demokrasi Indonesia, Andrianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (22/12).

Seperti diketahui khalayak ramai bahwa substansi pasal tersebut sesungguhnya merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda untuk membungkam pejuang kemerdekaan namun kembali marak digunakan oleh pemerintah saat ini.

Dakwaan itu dibacakan JPU di hadapan Majelis Hakim PN Kota Depok, Senin kemarin (21/12).

Menurut Andrianto, dari dakwaan itu artinya JPU telah mencoret atau menghilangkan sangkaan penyidik kepolisian yang selama ini digembar-gemborkan bahwa seolah-olah beberapa cuitan di akun twitter Syahganda Nainggolan melanggar pasal UU ITE tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA yang menjadi penyebab kerusuhan demo buruh pada awal Oktober lalu.

Selanjutnya, JPU dalam dakwaannya menggunakan pasal keonaran dari UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yaitu Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 15.

Dalam sejarahnya, UU yang dibuat saat revolusi kemerdekaan dan ditandatangani di ibukota RI di Yogyakarta itu memang untuk mencegah beredarnya berita-berita bohong di kalangan rakyat demi menjaga kokohnya kemerdekaan Indonesia dari rongrongan kolonial Belanda dan antek-anteknya yang membonceng tentara NICA demi ingin kembali menjajah Indonesia.

Lebih jauh lagi, pasal keonaran ini juga memang peninggalan pemerintah kolonial Belanda bahkan sebagian diadopsi dari rumusan Verdodening Militair Gezag yang diberlakukan pada 21 Mei 1940.

Jelas Andrianto, saat ini baik terdakwa maupun tim penasehat hukumnya yang dipimpin Abdullah Alkatiri sedang berjuang meyakinkan majelis hakim melalui eksepsi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya tanggal 4 Januari 2020 bahwa dakwaan tersebut adalah salah dan karenanya Syahganda Nainggolan harus dibebaskan dari segala dakwaan.

Di bawah ini adalah dakwaan JPU terhadap Syahganda Naninggolan:

Pasal 14 ayat 1 dan ayat  2 UU NO 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"(1) Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun".

Pasal 15 UU NO 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana:

"Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun"

Lewat pernyataannya ini, Andrianto berharap kepada majelis hakim bisa kembali memulihkan nama baik Syahganda Nainggolan dari citra buruk pelanggaran ujaran kebencian berdasarkan SARA yang disangkakan oleh penyidik kepolisian. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA