Begitu pendapat Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi) Edi Hasibuan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (26/11).
"Kita melihat pengakuan itu sulit diterima akal sehat. NB (Napoleon Bonaparte) mengaku TS (Tommy Sumardi) dapat restu dari Kabareskrim. Sedang TS sendiri tidak pernah mengaku mendapatkan restu," kata Edi.
Menurut Edi, secara logika sederhana, jika Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo merestui atau ada keterkaitan dengan kasus Djoko Tjandra tentu jenderal bintang tiga itu segan atau tidak akan mengusut secara tuntas perkara yang menghebohkan Indonesia itu.
"Justru sebaliknya, komitmen Kabareskrim sangat jelas dan tegas berani memproses Pati (Perwira Tinggi) Polri yang masih aktif. Kami melihat ini sungguh nyali yang besar," ujar Edi.
Pakar hukum Kepolisian Universitas Bhayangkara ini meminta agar semua pihak hati-hati melihat kasus perkara Djoko Tjandra ini, sekaligus pernyataan-pernyataan yang keluar dari Napoleon Bonaparte di dalam sidangnya.
Sebab, Edi melihat apa yang dikatakan oleh Napoleon Bonaparte sangatlah politis dan cenderung mengarah kepada pembunuhan karakter. Apalagi saat ini, Komjen Listyo Sigit Prabowo salah satu calon kuat Kapolri.
"Kesaksiannya (Napoleon) cenderung membunuh karakter. Kami melihat Isu Tjoko Tjandra sangat seksi untuk menurunkan elektabilitas calon Kapolri," tambah pemerhati kepolisian ini.
Edi tak yakin dengan pengakuan pengakuan NB yang sama sekali tidak ada fakta hukumnya. Pasalnya, pengakuan tersebut sama sekali tidak ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Oleh sebab itu, patut diduga isu tersebut dilemparkan ke persidangan dengan tujuan tertentu.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.