Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terkait Pemanggilan Ahmad Yani, Polri: Sudah Sesuai Undang-undang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Rabu, 04 November 2020, 12:02 WIB
Terkait Pemanggilan Ahmad Yani, Polri: Sudah Sesuai Undang-undang
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono/ist
rmol news logo Mabes Polri melalui Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan bahwa Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Ahmad Yani dipanggil sebagai saksi terhadap tersangka Anton Permana.

Anton Permana yang merupakan salah satu petinggi KAMI lebih dulu ditangkap dan saat ini telah ditahan atas kasus dugaan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Penyidik melakukan penyidikan berdasarkan pengembangan kasus sebelumnya, saudara AY (Ahmad Yani) dipanggil terkait dengan pengembangan pemeriksaan saudara AP (Anton permana)," kata Awi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/11).

Awi mengklaim, penyidik selama ini dalam melakukan pemanggilan sudah sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP) dalam manajemen penyidikan dan tentunya mengacu kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Tentunya penyidik melaksanakan pemanggilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, jika yang bersangkutan tidak hadir dalam pemanggilan maka akan dilayangkan pemanggilan berikutnya," tambah Awi.

Sebelumnya, tim hukum Ahmad Yani yang terhimpun dalam Advokat Lintas Organisasi Advokat Untuk Keadilan Demokrasi mendatangi Bareskrim Polri dalam rangka mewakili Ahmad Yani yang tidak hadir sekaligus meminta penjelasan kepada penyidik Bareskrim soal konstruksi hukumnya.

Antara lain, dasar pemanggilan yakni Laporan Polisi (LP) bernomor LP/B/0591/X/2020/Bareskrim tanggal 18 Oktober 2020 dan Surat Perintah Penyidikan (Spridik) nomor SP.Sidik/446/X/2020 Dittipidsiber tanggal 18 Oktober 2020.

Tim hukum merasa janggal karena LP dan Sprindik diterbitkan pada tanggal yang sama yaitu 18 Oktober 2020 yang dianggap tidak mengikuti tahapan dan prosedur hukum yang berlaku sehingga patut diduga keras bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP, Pasal 1 angka 5 KUHAP, Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 2 KUHAP, Pasal 7 angka 3 KUHAP dan Peraturan Kapolri (Perkap) 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Pasal 27 ayat (1).

Dengan begitu, tim hukum mempertanyakan kapan penyidik memberitahukan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Terlapor dan Korban/Pelapor lantaran tidak jelas terlapor dan pelapornya dalam surat panggilan yang ditujukan kepada Ahmad Yani dengan nomor S/Pgl/223/X/2020/Dittipidsiber yang ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigjen Slamet Uliandi.

Hal ini dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUUXIII/2015 yang mewajibkan penyidik memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya Penyidikan kepada Penuntut Umum, Terlapor dan Korban/Pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah Penyidikan.

Kemudian, tim hukum meminta penjelasan soal pemanggilan dalam surat panggilan yang tidak menyebutkan dasar pemanggilan secara jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP, yang harus menjelaskan; saksi atas tersangka siapa?; Perbuatan apa yang dilakukan?; Kapan perbuatan pidana itu dilakukan?; Dimana perbuatan pidana itu dilakukan?; Bentuk media apa yang digunakan sebagai sarana? dan dua alat bukti apa yang digunakan sehingga ditemukan perbuatan pidana.

Hal ini patut dipenuhi oleh penyidik agar sesuai dengan prosedur dalam Hukum Acara Pidana dan tidak bertentangan dengan Pasal 7 Ayat (3) KUHAP.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA