“Seluruh karyawan saya yang saat ini hanya tersisa 1.000 orang dari 10 ribu orang akibat adanya perkara ini,†kata Heru Hidayat dalam pledoinya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/10).
Dalam kasusnya, ia dituntut hukuman seumur hidup dan penyitaan seluruh asetnya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan tersebut pun membuat dirinya mulai memikirkan nasib para karyawannya.
“Sebagai pengusaha, saya adalah kepala dan pemimpin bagi 10 ribu lebih karyawan ketika itu, 10 ribu karyawan yang berpegang dan menggantungkan hidupnya dan keluarganya kepada saya,†sebutnya dalam pleidoi.
Berkenaan dengan tuntutan hukuman seumur hidup dan penyitaan aset, Heru mengaku hal tersebut menjadi pukulan keras bagi dirinya. Ia pun mengibaratkan tuntutan tersebut seperti halnya sebagai hukuman mati.
“Tuntutan yang bagaikan hukuman mati bagi saya. Sebab saya dituntut untuk menjalani hidup di penjara sampai mati dan seluruh hasil kerja keras saya selama saya hidup dirampas. Mendengar tuntutan tersebut saya bagaikan penjahat hina yang tidak pantas mendapatkan kesempatan kedua," jelasnya.
Hal itu makin membuatnya geleng-geleng kepala karena sejak pertama kali dipanggil dan diperiksa Kejaksaan Agung pada 14 Januari 2020 lalu, hingga kini ia tak pernah tahu alasan ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya merasa terjatuh dan sangat terpuruk, sebab saya tidak tahu kenapa saya bisa jadi tersangka,†lanjutnya dalam pledoi.
Dalam pleidoi tersebut pula, ia membantah tuntuntan JPU yang menyebut menerima aliran dana hingga Rp 10 triliun dari Jiwasraya. Pun demikian dengan anggapan mengendalikan 13 Manajer Investasi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.