Selain kepada Hatta Ali, Pinangki juga meminta maaf kepada Jaksa Agung ST. Burhanuddin karena nama keduanya masuk dalam dakwaan jaksa atas gratifikasi dari Djoko Tjandra.
Hal itu disampaikan lewat selembar surat yang dibagikan kepada wartawan dalam sidang eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (30/9).
Dalam surat surat tersebut Pinangki mengaku menyesal kedua petinggi itu masuk dalam surat dakwaan. Meskipun, dirinya mengaku tidak pernah sekalipun menyebut nama keduanya selama proses penyidikan hingga penuntutan kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menyatakan, dengan pengakuan Pinangki melalui surat terbuka kepada publik menunjukan sudah tidak ada relevansinya lagi untuk memeriksa atau menghadirkan Jaksa Agung ST. Burhanuddin di Persidangan Pinangki.
“Saat proses penyidikan, para penyidik menilai bahwa tidak ada akurasi keterangan tersangka yang dikaitkan dengan keterlibatan Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung, karena itu tidak ada relevansinya menghadirkan Jaksa Agung dan (ex) Ketua MA di persidangan," ujar Indriyanto kepada wartawan, Rabu (7/10).
Indriyanto menambahkan, pernyataan yang ditulis oleh Pinangki itu bersifat pelengkap dalam proses pengadilan. Untuk itu, Pinangki harus menyatakan secara terbuka saat persidangan kembali digelar agar dapat menjadi pertimbangan bagi pengambilan keputusan.
“Pernyataan tertulis ini hanya bersifat
supplementary statement (pelengkap) saja, karena proses hukum sudah berjalan di pengadilan, dan kekuatan pembuktiannya bila tersangka nyatakan secara terbuka di pengadilan yang bisa menjadi pertimbangan hukum bagi pengadilan,†jelasnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan komitmen pihaknya sudah terbuka dan transparan dalam menangani kasus Pinangki. Ia juga mengaku tidak pernah berbicara apapun kepada penyidik yang menjalankan tugas, menghalang-halangi atau melakukan intervensi.
Komitmen Jaksa Agung dapat terlihat dengan tidak melarang namanya muncul dalam dakwaan terdakwa Pinangki yang terungkap saat sidang perdana pembacaan dakwaan di persidangan.
Menurut Indriyanto, komitmen dan keterbukaan yang dilakukan orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu harus diapresiasi dan menjadi contoh bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Komitmen Jaksa Agung yang dinyatakan secara terbuka dan transparan perlu diapresiasi dan komitmen Jaksa Agung ini menjadi contoh bagi penegakan hukum yang berbasis
due process of law dan tidak ada penegakan hukum yang diskriminatif dan
beyond the law,†tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Pinangki merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra.
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Jaksa Agung Pembinaan itu didakwa dengan pasal berlapis, yaitu pasal gratifikasi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan pemufakatan jahat.
Dalam surat dakwaan, ada proposal
action plan yang dibuat untuk mengurus fatwa. Nama Burhanuddin dan Hatta Ali dimasukkan dalam
action plan.
Berikut isi lengkap surat yang ditulis Pinangki:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya tegaskan, sangat menyesal terkait ada nama-nama yang terbawa atau disebut selama ini.
Saya tidak pernah sekalipun menyebut nama-nama tersebut dalam pemeriksaan karena memang saya tidak pernah mengetahui action plan.
Apalagi membuat action plan tersebut. Namun saya meminta maaf kepada Bapak Hatta Ali dan Bapak Burhanuddin yang namanya disebut-sebut dalam permasalahan hukum yang saya hadapi.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Pinangki
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.