Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terbukti Lakukan Pencabulan, Pendeta Di Surabaya Dituntut 10 Tahun Penjara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 15 September 2020, 09:19 WIB
Terbukti Lakukan Pencabulan, Pendeta Di Surabaya Dituntut 10 Tahun Penjara
Suasana ruang persidangan usai pembacaan surat tuntutan/RMOLJatim
rmol news logo Persidangan kasus pencabulan jemaat Gereja yang dilakukan terdakwa Hanny Layantara memasuki babak baru. Terdakwa yang berstatus sebagai pendeta di salah satu gereja di Surabaya ini dituntut hukuman penjara selama 10 tahun.

Usai persidangan yang digelar secara tertutup, JPU Kejati Jatim, Sabetania Paembonan mengatakan, terdakwa Hanny Layantara telah terbukti melanggar Pasal 82 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Tuntutan 10 tahun denda Rp 100 juta. Apabila denda tidak bisa dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Sabetania kepada wartawan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (14/9).

Dasar pertimbangan yang memberatkan dalam tuntutan jaksa adalah sikap berbelit-belit terdakwa Hanny Layantara selama persidangan.

"Akibatnya korban mengalami trauma," ungkap Sabetania, dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Terpisah, penasihat hukum terdakwa Hanny Layantara, Abdurrachman Saleh, mengaku akan mengajukan pembelaan. Ia menyebut, tuntutan jaksa tidak menunjukkan kegamangan.

"Mau dibilang apa lagi, itu kan hak penuntut, saya tidak bisa menghalangi, itu kan sudah diatur dalam KUHAP," katanya.

Menurutnya, jaksa tidak memakai standar hukum saat menjatuhkan tuntutannya. Sebab, bukti petunjuk biasanya hanya dipakai pada peristiwa pidana yang tidak cukup pembuktiannya secara fakta hukum materiil.

"Petunjuk itu kan masih remang-remang, peristiwa yang didakwakan kan secara faktual tidak kelihatan. Tidak ada fakta hukum yang menyatakan para saksi melihat peristiwa pidananya," ujarnya.

Sementara itu, jurubicara keluarga korban, Eden Bethania Thenu, mengaku bersyukur dan menerima tuntutan Jaksa. Dia pun percaya hukum masih berlaku untuk semua warga negara, tidak peduli dia itu tokoh agama atau siapapun. Aparat penegak hukum bertindak sangat tegas, tidak peduli siapapun.

Menurut Eden, dia selama ini miris dengan banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan tokoh-tokoh agama.

"Keluarga berharap hakim akan bijaksana menjatuhkan putusan. Yang jelas ini perjuangan anak-anak Indonesia dalam menegakkan hukum," sambungnya.

Kasus ini sendiri mencuat setelah korban (IW) melalui jurubicara keluarga melakukan pelaporan ke SPKT Polda Jatim dengan nomor LPB/155/II/2020/UM/SPKT pada 20 Februari 2020.

Berdasarkan keterangan, korban mengaku telah dicabuli selama 17 tahun. Terhitung sejak usianya 9 tahun hingga saat ini 26 tahun. Namun, dari hasil pengembangan terakhir pencabulan terjadi dalam rentang waktu 6 tahun, ketika usia korban masih 12 tahun hingga 18 tahun. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA