Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Selain Pada Putusan Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah Kembali Disebut Terlibat Di Vonis Wahyu Setiawan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Senin, 24 Agustus 2020, 23:59 WIB
Selain Pada Putusan Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah Kembali Disebut Terlibat Di Vonis Wahyu Setiawan
Donny Tri Istiqomah/RMOL
rmol news logo Nama Donny Tri Istiqomah selaku tim hukum DPP PDIP kembali disebut ikut terlibat bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina.

Hal itu disampaikan oleh Hakim Anggota, Panji Surono saat membacakan pertimbangan hukum di sidang putusan atau vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/8) siang.

Keterlibatan Donny Tri Istiqomah terungkap saat Majelis Hakim mempertimbangkan Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP terhadap terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina.

Dimana kata Hakim Panji, keterlibatan Donny Tri Istiqomah ialah saat melakukan pertemuan dengan terpidana Saeful Bahri untuk mendiskusikan biaya operasional yang diminta oleh Wahyu senilai Rp 1 miliar seperti yang disampaikan oleh Agustiani Tio Fridelina yang saling berhubungan melalui pesan singkat.

Dalam pertemuan itu, Donny dan Saeful sepakat bahwa biaya operasional agar permohonan DPP PDIP agar Harun Masiku dijadikan sebagai anggota DPR RI menggantikan Riezky Aprilia sebesar Rp 1,5 miliar.

Selanjutnya kata Hakim, Donny Tri Istiqomah bersama Saeful Bahri selanjutnya melakukan pertemuan dengan mantan Caleg PDIP Harun Masiku untuk membahas soal biaya operasional.

Pada pertemuan yang dilakukan pada 13 Desember 2019 di Hotel Grand Hyat itu, Saeful Bahri dan Donny menyampaikan kepada Harun bahwa untuk pengurusan di KPU membutuhkan biaya operasional sebesar Rp 1,5 miliar.

"Lalu Harun Masiku menyanggupinya dan bersedia untuk menyiapkan uang secara bertahap dan mengatakan "yang penting awal Januari 2020 saya dilantik sebagai anggota DPR"," ujar Hakim Panji, Senin (24/8).

Selanjutnya, Saeful Bahri memberikan uang operasional kepada Wahyu Setiawan sebesar 19 ribu dolar Singapura atau setara Rp 200 juta melalui Agustiani Tio pada 17 Desember 2019.

Selanjutnya untuk pemberian kedua rencananya akan diberikan Agustiani pada 26 Desember 2019. Namun, Wahyu menitipkan uang tersebut kepada Agustiani Tio.

Kemudian, pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Tio untuk mentransferkan yang Rp 50 juta ke rekening Bank BNI atas nama Wahyu sendiri.

Setelah itu, Tio akhirnya diamankan oleh petugas KPK dengan barang bukti berupa uang sejumlah 38 ribu dolar Singapura atau senilai Rp 400 juta.

"Menimbang bahwa, berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah Majelis pertimbangkan, telah terbukti adanya kerjasama yang erat antara Terdakwa I Wahyu Setiawan dan Terdakwa II Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, Harun Masiku serta Donny Tri Istiqomah. Maka perbuatan tersebut telah selesai dengan sempurna. Maka perbuatan para terdakwa telah memenuhi Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," jelas Hakim Panji.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut melanggar Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Diketahui, pada sidang putusan atau vonis untuk Saeful Bahri pada 28 Mei 2020, nama Donny Tri Istiqomah juga disebut Majelis Hakim sebagai pihak yang terlibat bersama-sama Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Harun Masiku melakukan tindak pidana korupsi.

Pada putusan Saeful Bahri, Majelis Hakim memvonis Saeful dengan hukuman 1 tahun 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara.

Putusan terhadap Saeful pun lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut Saeful Bahri dengan pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan penjara.

Sebelumya, Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan Wahyu Setiawan telah terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan dakwaan kumulatif kedua.

Wahyu divonis 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bukan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dimana, Wahyu terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut yaitu menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan uang sebesar 38.500 dolar Singapura atau seluruhnya setara dengan Rp 600 juta dari Saeful Bahri selaku mantan Caleg PDIP.

Pemberian uang tersebut dengan maksud agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAW anggota DPR RI fraksi PDIP dari Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Wahyu juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi yaitu menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Payapo selaku Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat terkait proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.

Selain itu, terdakwa Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Agustiani Tio dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA