“Apa yang dilakukan oleh pemerintah merupakan konsistensi untuk mengejar para pelaku kejahatan kerah putih kemanapun mereka berada,†ujar Hikmahanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (9/7).
Dia mengurai, pemerintah pernah meminta ekstradisi atas MPL ke pemerintah Belanda. Namun pemerintah Belanda tidak dapat memenuhi permintaan tersebut mengingat MPL sejak tahun 1979 telah menjadi WN Belanda.
“Sistem hukum Belanda tidak memungkinkan warganya sendiri untuk diekstradisi,†imbuhnya.
Untuk itu, lanjut Hikmahanto, pemerintah Belanda menawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengalihkan proses persidangan di Belanda. Dari perspektif otoritas Indonesia hal ini menyulitkan dan memakan biaya. Sehingga tidak direalisasikan.
Satu hal yang perlu dicatat dan juga diapresiasi adalah NCB Interpol Indonesia (Polri) telah memasukkan nama MPL dalam
red notice. Ini yang memungkinkan otoritas Serbia untuk melakukan penahanan atas MPL pada bulan Juli 2019 saat mengunjungi negara tersebut.
“Otoritas di Indonesia melalui Central Authority pun sigap menindaklanjuti penahanan yang dilakukan oleh otoritas Serbia,†katanya.
Menurutnya, langkah ini semua berujung pada handing over MPL dari otoritas Serbia ke otoritas Indonesia yang dipimpin oleh Menkumham.
Hingga saat ini meski berbiaya besar dan membutuhkan tenaga, pemerintah telah berhasil untuk menghadirkan pelaku kejahatan kerah putih yang bermukim di negara lain untuk menghadapi proses hukum di Indonesia.
“Keberhasilan ini tentu harus diikuti dua hal. Pertama, memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang berat. Kedua, memastikan pengembalian aset atas kejahatan yang dilakukan,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: