Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Politik Hukum Peninjauan Kembali Butuh Pembaharuan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Senin, 06 Juli 2020, 22:35 WIB
Politik Hukum Peninjauan Kembali Butuh Pembaharuan
Pengacara senior Hermawi Taslim saat mengikuti webinar bertajuk Pembaharuan Politik Hukum PK di Indonesia/Istimewa
rmol news logo Sudah saatnya politik hukum atas peninjauan kembali (PK) yang berlaku di Indonesia diperbaharui agar searah dengan perkembangan hukum pidana dunia.

“Ini mendesak untuk dilaksanakan di Indonesia," kata pengacara senior, Hermawi Taslim dalam seminar daring bertajuk 'Pembaharuan Politik Hukum PK di Indonesia', Senin (6/7).

Ia merujuk pada disertasi DR. Roy Rening yang telah dipertahankan dalam sidang terbuka Guru Besar Universitas Padjajaran, Bandung. Dalam disertasi tersebut, Roy menawarkan gagasan agar 'pendapat ahli' dapat diterima sebagai novum (bukti baru) dalam PK.

Alasan yang dikemukakan Roy merujuk pada perkembangan ilmu hukum pidana di Belanda yang menerima pendapat ahli sebagai novum. Sebagaimana diketahui, KHUP yang digunakan Indonesia merupakan produk hukum Belanda.

Merujuk Pasal 263 KUHAP, ada tiga alasan bagi seorang terpidana mengajukan PK, yakni adanya bukti baru atau novum, adanya kekhilafan hakim, dan adanya pertentangan keputusan (dissenting opinion).

Namun usulan masuknya ahli sebagai bukti baru harus didukung dengan adanya akreditasi yang ketat terhadap seseorang dapat dikatakan sebagai 'ahli'. Hal itu agar tidak terjadi distorsi yang akan merusak keadilan itu sendiri.

Bagi Taslim, selain untuk menjamin tidak rusaknya tatanan hukum pidana khususnya PK, akreditasi itu juga merupakan salah satu cara untuk menghindarkan adanya 'permainan' dari seseorang yang dianggap ahli. Akreditasi itu harus diikuti dengan kode etika yang berlaku bagi ahli yang akan memberikan pendapat tentang keputusan pengadilan.

“Harus diakui, terminologi ahli pada saat ini cenderung mengalami distorsi dan dekadensi sehingga pendapat ahli tersebut cenderung asal-asalan, tidak orisinal dan tidak independen. Padahal dalam PK, yang akan kita dicapai adalah keadilan bagi terpidana yang telah diputus oleh pengadilan,” ujar Hermawi yang juga Wasekjen Partai Nasdem ini.

Selain Hermawi Taslim, hadir sebagai pembicara dalam webinar tersebut di antaranya Roy Rening; pakar hukum pidana, DR Luhut MP Pangaribuan; mantan ketua KPK, Antasari Azhar; dan dekan FH Atmajaya Makasar, DR Anton Sudirman. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA