Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bacakan Eksepsi, Aktivis Yudi Syamhudi Suyuti Sebut Tidak Ada Keonaran Seperti Didakwakan Jaksa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 16 Juni 2020, 01:41 WIB
Bacakan Eksepsi, Aktivis Yudi Syamhudi Suyuti Sebut Tidak Ada Keonaran Seperti Didakwakan Jaksa
Aktivis Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), Yudi Syamhudi Suyuti/Net
rmol news logo Aktivis Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), Yudi Syamhudi Suyuti menyebut dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti adanya keonaran sejak 20 Oktober 2015 hingga saat ini.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu disampaikan oleh Yudi saat membacakan eksepsi usai mendengarkan dakwaan dari jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui video telekonferensi, Senin malam (15/6).

Yudi mengatakan bahwa dakwaan kesatu, kedua dan ketiga tidak cermat karena apa yang terjadi sejak 20 Oktober 2015 tidak pernah terjadi keonaran hingga saat ini.

Di mana, pada 20 Oktober 2015, dalam dakwaan disebutkan bahwa Yudi membuat acara pernyataan sikap negara rakyat nusantara yang disampaikan oleh Yudi pada 20 Oktober 2015 di Restoran Joglo Patheya yang kini berubah menjadi cafe bernama Kafe Pena 98 di Jakarta Selatan.

"Tidak pernah terjadi keonaran setidaknya sampai dengan hari ini seandainya JPU memiliki bukti adanya Polisi atau ada laporan terjadinya keonaran selain pelapor Hengky Saputra dan saksi Achong Latif pada tanggal 20 Januari 2020," jelas Yudi saat membacakan eksepsi.

"Setelah lima tahun berlalu, maka keyakinan saya bahwa saya didakwa dan disangkakan akibat adanya kepentingan orang lain yang sekarang memiliki kekuasaan mengatur kepolisian dan JPU guna memenjarakan saya," imbuhnya.

Bahkan kata Yudi, dalam dakwaan yang menjelaskan adanya perwakilan TNI, Polri, BIN dan BAIS pada acara tersebut merupakan cukup jelas bahwa perbuatannya dilakukan dihadapan unsur pemerintah tersebut.

"Sehingga adalah suatu keganjilan setelah lima tahun dilahirkan oleh JPU menjadi perkara pidana Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 yang mana pada waktu dilaporkan oleh Hengky Saputra dan saksi Achong Latif setelah menemukan dan mendownload video dari YouTube di Gedung L'Avenue Office Tower, Jalan Raya Pasar Minggu Kav-16 Jakarta Selatan," terang Yudi.

Selain itu kata Yudi, dakwaan Jaksa juga tidak menjelaskan secara detail terkait peristiwa 20 Oktober 2015 yakni penyampaian pendapat Yudi serta ada yang merekam pendapat tersebut dan adanya tuduhan memposting pada akun YouTube.

"Tidak pernah diuraikan siapa, waktu, tempat dan cara memposting ke link tersebut oleh JPU sehingga link http://www.youtube.com/watch?v=ghOnjkTbFfk di download oleh Hengky Saputra dan Achong Latif pada tanggal 20 Januari 2020 dan dijadikan barang bukti dan diperiksa di Laboratories Kriminalistik," katanya.

Sehingga, lanjutnya, hal tersebut menjadi tidak berdasar hukum lagi perbuatannya sebagaimana Pasal 14 Ayat 1 dan atau Ayat 2 dan atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana selama tidak disebutkan siapa yang menjadi onar, bagaimana keonaran tersebut terjadi, kapan terjadi keonaran dan bagaimana pesan bohong tersebut sampai kepada rakyat yang mengakibatkan keonaran.

"Bahwa, keonaran tidak pernah terjadi sebagaimana kewajiban JPU menyebutkan dalam dakwaan sehingga dengan demikian juga terhadap menyebarkan juga tidak pernah terjadi karena YouTube tidak dapat dinyatakan sebagai alat menyebarkan berita karena belum ada ketentuan hukum di Indonesia," tegasnya.

"Sehingga dengan demikian, JPU tidak cermat, tidak teliti dan tidak jelas antara perbuatan pidana baik locus dan tempur delicty. Sehingga demikian terpenuhi Pasal 143 Ayat 3 Juncto Pala 156 Ayat 1 KUHAPidana," sambung Yudi.

Dengan demikian, dia meminta Majelis Hakim yang mengadilinya dapat sependapat terhadap surat dakwaan a quo yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan. Sehingga dapat menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima atas alasan isi rumusan dakwaan kabur atau obscuur libel karena tidak menegaskan secara jelas realita tindak pidana.

"Dan selanjutnya dimohonkan pertimbangan Yang Mulia Majelis Hakim dengan mengabulkan eksepsi walaupun ada tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum," tuturnya.

Dalam petitumnya, Yudi menyampaikan empat hal. Pertama, agar Majelis Hakim menerima seluruh keberatan atau eksepsi Penasihat Hukum Yudi. Kedua, agar Majelis Hakim menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak memiliki kewenangan secara relatif dan atau absolut.

Ketiga, menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan. Keempat melepaskan terdakwa Yudi dari penahanan.

"Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya. Demikian nota keberatan dan eksepsi kami bacakan dan diserahkan kepada Majelis Hakim pada hari ini Senin 15 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Klas I-A Khusus," pungkas Yudi.

Diketahui, Jaksa telah mendakwa Yudi dengan Pasal 14 Ayat 1 dan atau Pasal 14 Ayat 2 dan atau Pasal 15 UU 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Dakwaan itu disampaikan Jaksa pada hari yang sama. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA