Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lieus Sungkharisma Desak KPK Dan Puan Maharani Awasi Dugaan Praktik Jual Beli Perkara Di MA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Jumat, 05 Juni 2020, 23:05 WIB
Lieus Sungkharisma Desak KPK Dan Puan Maharani Awasi Dugaan Praktik Jual Beli Perkara Di MA
Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak) Lieus Sungkharisma/Net
rmol news logo Praktik jual beli perkara diduga masih  terjadi di Mahkamah Agung (MA). Dugaan itu sebagaimana disampaikan Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak) Lieus Sungkharisma menanggapi surat terbuka dari pemilik Villa Bali Rich dari PT Bali Rich Mandiri di Bali kepada Ketua MA.

Surat itu sendiri berisi permohonan perlindungan hukum atas ketidakadilan yang menimpanya.

Baca: Surat Permohonan Perlindungan Hukum Dari Pemilik Vila Di Bali Untuk Ketua MA

“Apa yang dialami Nyonya Hartati tidak saja membuat kita prihatin, tapi sekaligus menunjukkan bahwa praktik-praktik melanggar hukum yang merugikan kaum lemah masih terjadi di negeri ini. Bahkan itu di tingkat Mahkamah Agung,” ujar Lieus Sungkharisma kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (5/6).

Menurutnya, penangkapan mantan Sekretaris MA, Nurhadi oleh KPK membuktikan bahwa praktik melanggar hukum itu juga terjadi di tingkat MA. Karena itulah Lieus meminta KPK dan DPR lebih fokus mengawasi proses berbagai perkara yang berlangsung di MA.

Lieus bahkan menengarai praktik jual beli perkara di MA masih terus terjadi hingga sekarang. Dalam kasus Hartati, kata Lieus, yang bersangkutan mengaku didatangi seseorang yang mengaku dari MA dan meminta sejumlah uang agar perkaranya bisa menang.

“Tidak tanggung-tanggung. Jumlah yang diminta mencapai Rp 12 miliar tapi kemudian turun hingga Rp 10 miliar. Dan uang itu harus diserahkan juga dalam minggu ini kalau nyonya Hartati ingin perkaranya menang di MA,” ungkap Lieus.

Lieus menegaskan, dia terpaksa mengungkapkan hal ini karena tidak ingin orang-orang yang lemah terus menjadi korban ketidakadilan dalam penegakan hukum.

"Karena itu Komtak meminta dengan sangat perhatian KPK dan juga Ketua DPR RI, Ibu Puan Maharani untuk mengawasi proses perkara kasasi yang berlangsung di MA,” tegasnya.

Seperti diketahui, pada 2015 lalu, Hartati melakukan penjualan Villa Bali Rich (PT. Bali Rich Mandiri) miliknya kepada Asral Bin Muhamad Sholeh senilai Rp 38 miliar. Pembayaran DP sebesar Rp 1 miliar dilakukan pada 9 Juli 2015. Dengan perjanjian akan mencicil dan membayar lunas sampai dengan 31 Desember 2016. Namun hingga sampai saat ini, tidak pernah ada pembayaran pelunasan.

PT Bali Rich Mandiri sendiri memiliki asset antara lain Bali Rich Villa Ubud yang berdiri di atas tanah seluas 7.335 meter persegi dan luas bangunan 3.204 meter persegi yang terdiri dari 19 Villa yang masing-masing ada fasilitas kolam renang beserta fasilitas restaurant, spa, dan lain-lain berikut isinya.

Pada 20 Nopember 2015, bertempat di Kafe Moka Jakarta, yang dihadiri Asral, Suryady, Hendro, Tri Endang Astuti istri dari terdakwa Asral Bin Muhamad Sholeh (semuanya kini berstatus terdakwa), Hartati dipaksa menandatangani surat pelunasan jual beli yang sudah disiapkan di amplop coklat. Tetapi Hartati tidak mau menandatanganinya karena ia memang belum menerima pelunasan.

Sebagai akibatnya, Hartati diintimidasi dan tandatangannya pun dipalsukan. Perkara inipun akhirnya berlanjut di meja pengadilan.

Namun, meski di tingkat Pengadilan Negeri, Hartati dinyatakan menang dan para tersangka didakwa bersalah, namun pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi justru Hartati dinyatakan kalah hingga perkara pun berlanjut ke tingkat kasasi di MA.

Di tingkat kasasi ini, dari enam berkas perkara terkait kasus yang menimpanya, satu perkara dengan terdakwa I Putu Adi Mahendra Putra, memutuskan Hartati menang. Terdakwa I Putu Adi Mahendra Putra berdasarkan Putusan MA Perkara Nomor 134 k/Pid/2020 dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Surat” yang dilakukan secara bersama-sama” dengan para terdakwa lainnya.

Yakni terdakwa Hartoni dengan perkara nomor 534k/pid/2020, terdakwa I Hendro Nugroho Prawiro Hartono dengan perkara nomor 535k/pid/2020, terdakwa Suryady alias Suryady Azis dengan perkara nomor 555k/pid/2020, Asral Bin Muhamad Sholeh dengan perkara nomor 544k/pid/2020 dan terdakwa Tri Endang Astuti binti Solex Sutrisno dengan perkara nomor 557k/pid/2020.

“Terdakwa I Putu Adi Mahendra Putra pada saat kejadian adalah staff dari Notaris Hartono yang bekerja atas perintah, dan instruksi Notaris Hartono selaku atasan langsung,” terang Lieus.

Dengan demikian, Lieus berharap KPK dan DPR RI terus memantau kasus yang menimpa orang-orang lemah seperti Hartati agar dugaan praktik jual beli perkara di MA tidak kembali terjadi dan kasus ditangkapnya mantan Sekretaris MA Nurhadi tidak terulang lagi.

 â€œNyonya Hartati adalah orang lemah dan juga janda. Suaminya sudah lama meninggal dunia. Karena itu dia sangat berhak mendapat perlindungan dan keadilan hukum dari Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan di negeri ini,” pungkas Lieus. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA