Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rulli Nasrullah: Jangan Beri Tempat Pelaku Perundungan Digital

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Rabu, 06 Mei 2020, 04:21 WIB
Rulli Nasrullah: Jangan Beri Tempat Pelaku Perundungan Digital
Ilustrasi Medsos/Net
rmol news logo Kasus cyberbullying atau perundungan digital kembali terjadi dan mendapat perhatian dari berbagai kalangan.

Pakar media sosial dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rulli Nasrullah menyebutkan bahwa cyberbullying atau perundungan digital jadi salah satu fenomena hitam di jagad media sosial (Medsos).

Kondisi ini, kata Rulli sangat memprihatinkan dan harus segera ditangani karena kadarnya sudah makin membahayakan.

Rulli berharap, medsos jangan sampai memberikan tempat kepada siapapun untuk melakukan tindakan kurang terpuji tersebut secara bebas.

"Bisa dikatakan perundungan di media sosial sebagai teror sosial melalui teknologi. Ini jelas, dalam kajian akademik Kowalski ditahun 2008 menyoroti bagaimana teknologi menjadi tempat yang subur bagi aksi-aksi teror sosial tersebut," ujar Rulli di Jakarta, Selasa (5/5).

Rulli menjelaskan, perundungan digital merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mempermalukan, mengintimidasi, menyebar keburukan dan kebencian di media siber. Baik itu dilakukan khusus kepada korban atau melalui unggahan konten yang diketahui publik.

Menurut Rulli, hal ini berbeda dengan dunia offline dimana perundungan terjadi karena adanya kontak fisik maupu interaksi antara pelaku dan korban. Karena di medsos, interaksi terjadi hanya sekadar teks.

Artinya, pelaku perundungan bisa bebas meluapkan hal-hal yang menurutnya benar dan dipublikasikan di media sosial.

"Fenomena ini semakin diperparah ketika perundungan dijadikan alasan untuk konten. Entah itu upaya menjadikan saluran (channel) atau akun media sosialnya terkenal atau meningkatkan trafik kunjungan," paparnya.

Rulli memberi contoh tindakan “prank” seorang Youtuber dari Bandung yang melakukan tindakan perundungan terhadap sekelompok orang dengan memberikan kotak bantuan yang ternyata isinya sampah dan bebatuan.

Apapun alasan dari si pembuat konten, tetap saja konten yang dipublikasikan di saluran Youtube merupakan perundungan yang tidak terpuji.

Selain itu, Doktor lulusan Universitas Gadjah Mada ini juga menyoroti tindakan perundungan terhadap Almira, putri Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Dalam konteks ini, Rulli mengatakan, secara akademis harus dilihat bahwa definisi perundungan itu adalah tindakan penghinaan, kekerasan psikis, atau intimidasi yang dilakukan kepada orang lain atau kelompok lain.

Dari sisi teks pada dasarnya merupakan hal yang wajar dan biasa seseorang mengungkapkan opini dan pendapatnya. Namun, lanjut Rulli, saat sebuah teks di media sosial diunggah beserta foto jelas hal tersebut sangat mengkhawatirkan.

"Karena jelas-jelas konten yang diunggah mengarah pada visual seseorang dan dalam konteks ini adalah seorang anak," tegas dosen media siber program Magister Ilmu Komunikasi tersebut.

Jika pun dikatakan tidak sebagai perundungan, bisa jadi konten dengan visual foto tersebut akan memicu netizen atau para follower untuk melalukan perundungan. Itu karena di media sosial, informasi atau teks seringkali terputus dan tidak lengkap menjelaskannya.

"Saya pikir, ini yang mengkhawatirkan dan seringnya tindakan tidak terpuji di media sosial karena ada kekurangan teks sebagai penjelas dalam sebuah peristiwa, atau dalam konteks ini aktivitas dalam foto," paparnya.

Lebih lanjut, Rulli pun meminta kepada aparat berwenang agar kondisi ini menjadi perhatian semua pihak. Sebab dengan alasan apapun seorang anak tidak boleh dijadikan “komoditas” di media sosial maupun di internet.

"Tak mengherankan apabila Youtube pada tahun lalu mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan regulasi monetisasi konten yang ada unsur anak-anaknya," imbuh alumni program doktoral UGM ini.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA