Pembantaran itu khususnya perlu dipertimbangkan bagi tahanan yang belum mendapatkan putusan hukum inkracht. Dengan catatan memenuhi syarat objektif dan subjektif untuk dibantarkan, hal itu perlu dipertimbangkan.
“Syarat subjektifnya karena tidak akan melarikan diri tidak akan menghilang barang bukti, tidak akan mengulangi kesalahannya lagi dan kooperatif,†kata pengamat hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad kepada wartawan, Sabtu (28/3)
Suparji menambahkan, berbagai kebijakan yang mampu mencegah penularan corona memang harus dipertimbangkan, termasuk nasib para tahanan. Apalagi kelebihan kapasitas ruang tahanan bisa mempengaruhi kesehatan yang berdampak pada mudahnya tertular Covid-19 tersebut.
“Perlu dipikirkan bagaimana mencegah penyebarannya, termasuk mengisolasi secara mandiri,†ujarnya.
Suparji juga menyoroti pentingnya segera mengesahkan RUU Lembaga Pemasyarakatan menjadi undang-undang untuk menjamin ketiadaan over kapasitas di LP.
“Ya ini momentum yang tepat meskipun juga terlepas dari virus karena menurut saya undang-undang Pemasyarakatan itu perlu untuk disahkan,†pungkas Suparji.
Sejumlah negara kini telah mengambil kebijakan untuk membebaskan tahanan. Diantaranya terjadi di Amerika Serikat, Iran dan Afganistan. Kebijakan tersebut diambil setelah banyaknya warga yang tertular Covid-19.
Indonesia termasuk negara yang warganya tertular virus ini. Hingga Sabtu 28 Maret 2020, sudah ada 1.155 kasus positif corona dengan 102 orang diantaranya meninggal dan 59 pasien sembuh.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: