Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Akhirnya Bos Hotel Kuta Paradiso Divonis 2 Tahun Penjara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 22 Januari 2020, 10:00 WIB
Akhirnya Bos Hotel Kuta Paradiso Divonis 2 Tahun Penjara
Bos Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi divonis 2 tahun penjara/Istimewa
rmol news logo Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan vonis 2 tahun kepada bos Hotel Kuta Paradiso Bali, Harijanto Karjadi. Harijanto terbukti secara sah telah melakukan penipuan dan penggelapan serta memberikan keterangan palsu pada akta autentik.

“Terdakwa Harijanto Karjadi bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama dua tahun, dipotong selama terdakwa menjalani masa penahanan,” ucap Ketua Majelis Hakim, Putu Soebandi, Selasa (21/1).

Soebandi yang memimpin persidangan menyatakan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang keterangan palsu pada akta autentik.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Tim JPU yang dipimpin Ketut Sujaya sebelumnya menuntut Harijanto selama 3 tahun penjara. Tim JPU pun menyatakan pikir-pikir atas vonis hakim.

Sementara, tim kuasa hukum Harijanto, Petrus Balapati dkk, akan mengajukan banding.

Sebagaimana tertuang dalam dakwaan, kasus bos Paradiso Grup ini terjadi pada 14 November 2011. Tepatnya di Notaris I Gusti Ayu Nilawati yang beralamat di Jalan Raya Kuta 87, Kuta Badung.

Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 pada 28 November 1995 yang dibuat di notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur GWP.

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar 17 juta dolar AS. Pinjaman kredit tersebut digunakan PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso.

Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifikat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi, dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Contruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya, korban Tomy Winata membeli piutang PT GWP dari CCBI. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.

Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi, yang tak lain adalah adik terdakwa.

“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harijanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.

Akibat perbuatannya, terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan Tomy Winata rugi 20.389.661 dolar AS atau sekitar Rp 285 miliar. Para kreditur lain seperti Alfort Capital, Gaston Investment, PT PIM, dan CCBI juga turut dirugikan oleh perbuatan terdakwa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA