"KPK berpendapat bahwa hal tersebut cukup diatur dalam Peraturan KPK," kata Plt Jurubicara KPK, Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/1).
Ali menuturkan, soal OTK ini sejatinya telah diatur dalam Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (8) Undang-Undang 30/2002 tentang KPK. Beleid tersebut tidak mengalami perubahan meski UU 30/2002 direvisi menjadi UU 19/2019.
Pasal 25 ayat (2) menyebutkan ketentuan mengenai prosedur tata kerja KPK diatur lebih lanjut dengan keputusan KPK. Sementara Pasal 26 ayat (8) menyebutkan, ketentuan mengenai tugas bidang-bidang dan masing-masing sub bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan keputusan KPK.
"Praktik yang berlaku di Kementerian pun OTK diatur dengan peraturan setingkat Peraturan Menteri," demikian Ali.
Sebelumnya, pada draf rancangan Perpres tentang OTK KPK, terdapat sejumlah poin-poin yang menjadi sorotan antara lain terdapat dua organ pelaksana baru yang dibentuk; Deputi Bidang Pemantauan dan Supervisi, serta Inspektorat Jenderal.
Pasal 20 menjelaskan Deputi Bidang Pemantauan dan Supervisi mempunyai tugas menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemantauan dan supervisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Untuk Inspektorat Jenderal diatur dalam Bagian Kesembilan, Pasal 31 sampai Pasal 34. Inspektorat Jenderal dikatakan sebagai unsur pengawas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan KPK. Posisi ini dipimpin oleh Inspektur Utama.
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan internal di lingkungan KPK.
Selain itu, pada Bab 1 Pasal 1 Ayat (1) draf Perpres OTK diatur bahwa Pimpinan KPK merupakan pejabat setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala negara.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: