Kelima tersangka itu dijerat dengan Undang-Undang ITE, KUHP, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Banyak pihak yang menyebut ancaman hukuman lima tahun penjara dianggap terlalu ringan, sehingga tidak memberikan efek jera. Padahal, dalam praktek penagihan kepada nasabah, desk collector (penagih hutang via telepon) berlaku begitu kasar dengan memfitnah hingga mengancam akan membunuh keluarga nasabahnya.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan rendahnya ancaman hukuman terhadap pelaku karena belum ada Undang-Undang khusus yang mengatur terkait financial technology (Fintech) ini.
"Saat ini terus terang belum ada undang-undang yang mengatur tentang fintech. Mungkin dengan kejadian ini nanti pemerintah dengan legislatif bisa segera menggodok undang-undang yang diinisiasi oleh OJK," kata Budhi di Mapolres Metro Jakarta Utara, Jumat (27/12).
Polisi hanya bisa menjerat para tersangka dengan pelanggaran yang dilakukan masing-masing individu yang dianggap melawan hukum. Pada kasus ini, polisi menjerat tersangka atas tindakan pengancaman, pelanggaran perlindungan konsumen, penyalahgunaan data konsumen, dan lainnya.
"Memang ancaman hukumannya tidak semaksimal kalau ada Undang-Undang khusus yang yang mengatur tentang fintech ini," ucap Budhi.
Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah. "Kami juga dari pihak asosiasi juga mengusulkan kepada OJK dan juga tentunya akan komunikasi dengan DPR untuk segera bisa dilakukan langkah-langkah awal untuk dibuatnya diundangkannya tentang fintech ini," ujar Kuseryansyah.
Langkah awal yang sedang dilakukan DPR adalah membuat rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Kuseryansyah berharap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini bisa diterbitkan di tahun 2020 sebagai langkah awal untuk melindungi nasabah-nasabah dari perusahaan fintech ilegal yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Utara menggrebek perusahaan pinjaman online ilegal pada Jumat (20/12) lalu.
PT Barracuda Fintech dan Vega Data tersebut dinyatakan ilegal karena tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selama beroperasi ternyata PT Barracuda Fintech dan Vega Data telah meminjamkan uang sejumlah Rp 82 miliar ke ribuan nasabah mereka yang tersebar ke seluruh Indonesia.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, pinjaman puluhan miliar itu terbagi ke dua website pinjaman online yang masih aktif saat penggerebekan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.