Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Era Baru Peyelesaian Sengketa OOD, Dari Peradilan Umum Ke PTUN

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Selasa, 12 November 2019, 14:06 WIB
Era Baru Peyelesaian Sengketa OOD, Dari Peradilan Umum Ke PTUN
Palu Hakim/Net
rmol news logo Terminologi perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (OOD) bagi Tata Usaha Negara (TUN) bukanlah hal yang baru. Istilah tersebut sudah tercantum dalam surat ederah Mahkamah Agung 1/1991 dalam rangka penjabaran Pasal 142 UU 5/1986.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa (PMHP) bersumber dari dua hal, yaitu Keputusan TUN dan perbuatan faktual.

PMH dalam UU 5/1986 secara implisit sudah disebutkan dalam Pasal 53, Pasal 97 ayat 10, Pasal 117 ayat (2), Pasal 120, sedangkan secara eksplisit disebutkan dalam SEMA 1/1991, UU 30/2014, SEMA 4/2016 dan Perma 2/2019.

Menurut YM DR. Julius, ada perbedaan mendasar antara OOD di Peradilan Perdata dan Peradilan Tata Usaha Negara, OOD pada Peradilan TUN lebih pada control yuridis penggunaan kewenangan pejabat pemerintah yang definisinya diperluas sampai pada tindakan atau perbuatan faktual pemerintah.

Sementara OOD pada peradilan perdata lebih pada pemulihan ganti kerugian yang dialami oleh warga negara atas perbuatan dari pemerintah, tujuan utamanya ganti kerugian.

Diberlakukannya UU AP membawa konsekuensi terhadap yurisdiksi PTUN, tidak hanya memeriksa sengketa atas keputusan (beschikking) akan tetapi juga tindakan faktual. Gugatan terhadap tindakan pemerintah yang melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) yang sebelumnya diperiksa oleh peradilan umum, dengan berlakunya UU tersebut dilimpahkan ke PTUN.

Keberadaan Perma OOD hanya bersifat menegaskan pelimpahan wewenang yang telah diatur dalam UU. Dengan pelimpahan wewenang itu pemeriksaan sengketa atas tindakan administrasi pemerintahan, hukum acara yang diterapkan pun tunduk pada UU PTUN. Demikian pula, asas-asas yang melatarbelakangi hukum acaranya tunduk pada asas-asas yang berlaku pada PTUN.

Dalam rentang waktu yang tergolong masih baru dalam memeriksa sengketa OOD tentu tidak sedikit kendala sekaligus tantangan yang akan dihadapi oleh pengadilan, antara lain ganti rugi, eksekusi putusan.

Eksekusi putusan OOD dapat mengadopsi hukum acara yang berlaku di peradilan perdata sesuai kelaziman dengan mengoptimalkan tugas dan fungsi kejurusitaan, namun pada peradilan tun ekskusi itu lebih banyak dipengaruhi oleh budaya hukum atau terletak pada kultur hokum pihak yang diekskusi bukan pada masalah normanya.

Sedangkan hal-hal yang bersifat substantif diserahkan pada perkembangan yurisprudensi. PTUN dan PTTUN sebagai judex facti diharapkan dapat menginisiasi lahirnya kaidah hukum baru melalui putusannya, dan Mahkamah Agung sebagai judex juris dan sekaligus lembaga peradilan tertinggi menilai penerapan hukum atas putusan judex facti.

"Sehingga ke depan peradilan TUN dapat menjadi pioneer bagi arah pembangunan hukum nasional," ungkap Dr. Yodi, hakim agung Kamar TUN MARI. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA