Demikian disampaikan pengamat politik FISIP USU, Faisal Mahrawa dalam merespons OTT KPK yang menjerat Walikota Medan, Dzulmi Eldin dan enam orang lainnya.
“Jika proses
check and balances berjalan baik, situasi semacam ini tidak akan terjadi,†ujarnya dilansir
Kantor Berita RMOLSumsel, Rabu (16/10).
Lebih lanjut, sistem
check and balances pada dasarnya menjadi kebutuhan guna menata penyelenggaraan negara dengan saling mengawasi sesuai kewenangan masing-masing. Pengawasan yang bersifat bersama ini, lanjutnya, akan membuat keseimbangan dalam melakukan kontrol dan menyeimbangkan kekuasaan.
Sebab hingga kini, setoran dari pihak dinas kepada Walikota masih terus menjadi hal yang biasa meskipun sudah menjadi bahan diskusi panjang di kalangan pejabat, aparat negara, hingga kalangan legislatif.
“Tekanan masyarakat sebenarnya sudah ada. Dalam banyak hal, masyarakat sipil sudah menyatakan protes dan memberi masukan meskipun masukan itu tidak dianggap serius oleh Walikota,†ujarnya.
Dengan adanya penangkapan terhadap sejumlah kepala daerah, tak ada alasan lagi untuk tidak bersatu dan menyatukan komitmen memberantas korupsi hingga ke akarnya.
“Penyelenggaraan sistem pemerintahan kota harus mendapat perhatian seluruh lapisan masyarakat dan juga para penegak hukum,†tandasnya.
OTT Walikota Medan merupakan tindakan ke sekian kalinya yang dilakukan KPK. Sebelumnya, lembaga antirasuah juga melakukan operasi senyap terhadap Bupati Indramayu, lampung Utara, dan beberapa lainnya. Dalam OTT Walikota Medan, KPK berhasil mengamankan uang sejumlah Rp 200 juta.
Serentetan OTT ini pun dilakukan di tengah isu adanya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK yang tinggal menghitung hari akan sah menjadi undang-undang baru KPK.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: