Jimly Asshiddiqie membagi pengalamannya
saat masih menjadi ketua MK. Ia menilai penegakan konstitusi di Indonesia masih tergantung kepada sosok hakim.
"Bagi negara berkembang seperti Indonesia penegakan konstitusi
masih sangat ketergantungan kepada sosok figur," ujarnya saat menjadi
pembicara bedah buku di kantor Lembaga Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) Tanah Abang, Jakarta, Kamis (25/7).
Jimly menjelaskan seharusnya bagi negara yang sudah lebih maju dan moderen,
aspek yang dilihat adalah leadership-nya. "Sebab Leadership itu sistem sedangkan
orang itu teladan," terangnya.
Selanjutnya ia menceritakan kalau pembentukan MK saat itu, menurut penilaiannya sangat tergesa-gesa. Pemilihan 9 hakimnya pun turut tergesa-gesa,
saat itu, kata Jimly, penetapan harus selesai dan disahkan sebelum tanggal 17 Agustus tahun 2003.
"Tapi untung buru-buru kalau enggak saya dan yang lain mungkin enggak kepilih,"
ujarnya yang langsung disambut tawa peserta yang hadir.
Dirinya pun pernah dikritik soal penataan dan struktur gedung MK yang
dicap banyak kalangan aneh. "Gedung MK saya buat tanpa pagar,
ya karena kita mendukung orang berdemo," paparnya.
"Alhamdulillah saya merasa berhasil. Sehingga periode kedua saya enggak mau
daftar lagi," tutup Jimly.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: