"Menurut saya maksud bahwa melakukan tindakan kewenangan berlebihan itu sebenarnya pesan itu bukan kepada Novel, tapi pesan kepada KPK. Sehingga saya mencurigai ini ada bagian dari benih-benih untuk melemahkan KPK ke depan," ucap Direktur Sekolah Konstitusi Indonesia, Hermawanto kepada
Kantor Berita RMOL, Rabu (17/7).
Mantan kuasa hukum Novel Baswedan ini juga mengaku bahwa Novel tidak pernah bertindak sendiri, sehingga sulit dikatakan menggunakan kewenangan yang berlebihan.
"TGPF itu tidak menjelaskan maksud kewenangan yang berlebihan itu apa. Novel itu enggak punya kewenangan, Novel adalah menjalankan kewenangannya KPK, Novel adalah representasi dari lembaga KPK," jelasnya.
Atas dasar itu, mantan anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta ini berharap TGPF menjelaskan secara detail kepada publik agar tidak dianggap sebagai bagian dari skenario pelemahan lembaga antitasuah.
"Menurut saya, kewenangan yang berlebihan itu adalah ingin menyudutkan KPK, ingin mengatakan bahwa KPK selama ini berlebihan tindakannya. Ini berbahaya, maka TGPF harus menjelaskan kepada publik apa maksudnya. Jangan sampai TGPF justru menjadi bagian dari skenario untuk melemahkan KPK ke depan," pungkasnya.
Sebelumnya, juru bicara TGPF, Nur Kholis menyampaikan bahwa kewenangan berlebihan yang dilakukan Novel Baswedan menjadi penyebab adanya serangan balik atas kasus yang ditanganinya.
"TGPF menemukan fakta terdapat probabilitas terhadap kasus yang ditangani korban yang menimbulkan serangan balik atau balas dendam, akibat adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan," kata Nur Kholis di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (17/7).
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.