Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sekjen Prodem: Pasal Permufakatan Jahat Untuk Sofyan Basir Seperti Dipaksakan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Jumat, 28 Juni 2019, 08:46 WIB
Sekjen Prodem: Pasal Permufakatan Jahat Untuk Sofyan Basir Seperti Dipaksakan
Sofyan Basir/Net
rmol news logo Penetapan status tersangka terhadap mantan Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir terkait, dipertanyakan.

Sofyan diduga bersama-sama membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.

"Adakah negara rugi? kemudian apakah ada aliran dana ke Sofyan Basir. Kan tidak ada, artinya putus, walaupun proyek berjalan, tapi tidak ada aliran dana ke Dirut PLN. Mereka hanya menindaklanjuti kerjasama tersebut," kata Sekretaris Jenderal Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) Satyo Purwanto di Jakarta, Kamis (27/6).

Berbeda halnya, menurut Satyo, jika ada aliran dana ke Sofyan Basir untuk meloloskan proyek tersebut.

Justru menurut Satyo, di eranya kepemimpinan Sofyan, PLN terus melakukan efisiensi uang negara dibandingkan sebelumnya.

"Info yang saya dapat, selama Sofyan Basir menjadi dirut sudah membuat efisiensi PLN sampai 200 triliun. Ini angka yang sangat besar," jelasnya.

Sofyan seharusnya mendapat penghargaan bukan sebaliknya dipaksakan dengna pasal membantu permufakatan jahat.

"Pasal yang belum pernah digunakan dalam sejarah KPK dan seperti sangat dipaksakan, ada apa dengan KPK," tanya dia.

Menurutnya, Sofyan hanyalah korban dari kebijakan yang sembrono dan lemahnya fungsi pencegahan KPK.

"Sebaiknya KPK  memeriksa dan menangkap orang-orang yang sudah jelas merugikan negara. Banyak kasus yang jelas-jelas merampok uang negara, tapi penanganannya masih loyo," kritiknya.

Satyo mengingatkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa aparat penegak hukum harus membuktikan adanya kerugian negara sebelum dilakukan penyelidikan perkara korupsi.

"Itu karena banyak penyidikan yang sewenang-wenang,” ujarnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA