Hal itu ditegaskan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (22/6).
"Itu salah satu catatan serius yang rasanya harus dipertimbangkan matang-matang oleh Pansel dalam menjaring calon pimpinan KPK," ujar Kurnia.
Kurnia mengungkapkan, belakangan justru santer isu terkait syarat dan prasyarat menjadi capim KPK seolah hanya boleh dari seseorang yang berlatar belakang aparat penegak hukum. Padahal, isu tersebut tidak benar adanya.
"Tidak ada kewajiban dalam peraturan perundang-undangan manapun yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK mesti berasal dari instansi penegak hukum tertentu," ungkap Kurnia.
Diakuinya, isu tersebut seolah sudah menjadi isu tahunan setiap kali akan ada pergantian Pimpinan. Karenanya, menjadi penting isu tersebut segera disikapi agar tidak menjadi bola liar di tengah masyarakat.
"Isu ini rasanya selalu mengemuka tiap kali komisioner lembaga antirasuah itu akan berganti," jelasnya.
"Ini harus direspon dengan serius, karena bagaimanapun rekam jejak para penegak hukum juga tidak terlalu baik di mata publik dalam konteks pemberantasan korupsi," imbuhnya.
Berdasarkan peraturan KPK, lanjutnya, disebutkan bahwa calon pimpinan KPK tidak boleh berasal dari instansi manapun. Dengan kata lain, imbuhnya, calon harus mundur jika ingin mendaftar sebagai pimpinan KPK.
"Ini penting, mengingat Pasal 3 UU KPK telah secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: