Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Yusril: Sesuai UU, Kewenangan MK Menyelesaikan Masalah Perolehan Suara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 18 Juni 2019, 11:21 WIB
Yusril: Sesuai UU, Kewenangan MK Menyelesaikan Masalah Perolehan Suara
Yusril Ihza Mahendra/RMOL
rmol news logo Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan dalam menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan hasil pemilihan umum. Pemilihan umum dalam hal ini, termasuk juga pemilihan presiden dan wakil presiden.

Ketua Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyebut bahwa kewenangan MK itu termaktub dalam pasal 24 C ayat 1 UUD 1945. Kewenangan ini juga diatur lebih lanjut dalam UU 24/2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU 8/2011.

"Dalam undang-undang ini, kewenangan Mahkamah Konstitusi yang telah disebutkan dalam UUD 1945 dipertegas lagi yakni, antara lain, untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 10 huruf d UU MK," terang Yusril dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung MK, Selasa (18/6).

Lebih lanjut, Yusril menguraikan bahwa perselisihan yang dimaksud dalam hal ini adalah perolehan suara yang dapat mempengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional. Hal itu, katanya, sebagaimana diatur dalam pasal 473 ayat 3 UU Pemilu.

"Mahkamah juga merujuk pada kewenangan yang sama yang diberikan oleh UUD dan UU, yaitu penetapan hasil perhitungan perolehan suara nasional oleh KPU. PMK 4/2018," sambungnya.

Untuk itu, kata Yusril, jika ada kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon, yakni KPU berdasarkan fakta yang didukung oleh alat-alat bukti, maka Mahkamah bisa menyatakan untuk membatalkan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh Termohon. Kemudian, menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar.

"Jika konsisten dengan ketentuan hukum yang diuraikan di atas apakah nantinya MK hanya akan sampai pada keadilan prosedural saja? Kongkritnya apakah MK akan hanya menjadi lembaga kalkulator saja? Jawabannya tidak sama sekali," tegasnya.

Ketua umum PBB itu mengingatkan bahwa ketentuan prosedural (hukum acara) sangat penting dan fundamental dalam negara hukum yang demokratis yang menghormati fundamental rights. Tanpa adanya ketentuan prosedural, negara akan kacau dan anarkis, karena tanpa norma prosedural (mengikuti hukum acara) setiap orang akan boleh “main hakim” sendiri.

"Setiap orang, setiap kelompok boleh menentukan sendiri apa yang menurutnya benar dan apa yang menurutnya adil. Tentu ini bukanlah substansi negara hukum yang dimaksudkan dalam demokrasi dan konstitusi kita," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA